BPHN.GO.ID – Jakarta. Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada Rancangan Undang-Undang tentang Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana (RUU RJ) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025-2029. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi, dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, pada Jumat (20/09/2024).
Arfan menyatakan bahwa selama ini BPHN juga telah melakukan beberapa langkah-langkah yang menunjukkan perhatian terhadap penerapan restorative justice. “Antara lain program bantuan hukum nonlitigasi terkait penyelesaian perkara di luar peradilan dan Paralegal Justice Award, sebuah program yang memberikan pelatihan kepada kepala desa dan lurah untuk dapat menjadi mediator dalam penyelesaian perkara di luar peradilan, serta menjadi non litigation peace maker (NLP),” ujarnya.
Arfan menambahkan, BPHN juga tengah melakukan penelaahan substansi terhadap seluruh RUU yang diusulkan untuk Prolegnas 2025-2029, termasuk RUU Keadilan Restoratif.
"Kami membutuhkan data dukung serta penguatan argumentasi untuk menjawab beberapa poin pertanyaan Seleksi Prolegnas Jangka Menengah (SELENA). Sebagai contoh, perlu memperdalam penjelasan kondisi saat ini, akar masalah, apakah regulasi ini menjadi solusi atas permasalahan yang ada, serta analisis dampak pengaturan agar urgensi pembentukan RUU Keadilan Restoratif semakin terlihat,” kata Arfan dalam acara yang digelar di Grand Hyatt, Jakarta.
Persoalan terbesar di lapangan, lanjut Arfan, adalah perlunya kepastian atas pengakuan mekanisme restorative justice yang dilakukan di luar lembaga penegak hukum, seperti masyarakat hukum adat, sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa.
Sementara itu Plt. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Sugeng Purnomo, menyampaikan bahwa dorongan untuk memasukkan RUU RJ ke dalam Prolegnas didasari oleh kebutuhan akan regulasi yang lebih tinggi dari peraturan internal lembaga penegak hukum. Hal ini diperlukan agar implementasi keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik.
Sugeng juga berharap dengan masuknya RUU RJ ke dalam Prolegnas 2025-2029, diharapkan dapat memperkuat kerangka hukum untuk penerapan keadilan restoratif di Indonesia, serta memberikan alternatif penyelesaian perkara yang lebih efektif dan berkeadilan.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kejaksaan Agung, Institute for Criminal Justice System, serta Lembaga Kajian dan Independensi Peradilan.