BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali melakukan langkah strategis demi meningkatkan skala program Pos Pelayanan Hukum Desa (Posyankumdes) ke seluruh Indonesia. Setelah pekan lalu melakukan studi banding ke dua desa yang ada di Bali, pada Kamis (19/12/2024) ini, BPHN menggelar Persiapan Pembentukan Posyankumdes di Aula Moedjono BPHN, Cililitan, Jakarta Timur.
“Kami berharap adanya Pos Pelayanan Hukum Desa ini akan mendekatkan akses keadilan ke masyarakat, sehingga mereka bisa menyelesaikan atau mendapat solusi permasalahan hukum. Kasus yang ada tidak perlu sampai ke litigasi, tapi mungkin bisa selesai di tingkat desa,” kata Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN, Constantinus Kristomo.
Secara singkat, Kristomo menjelaskan bahwa Posyankumdes akan memberikan empat layanan utama, meliputi informasi hukum, konsultasi hukum, mediasi, serta memberikan rujukan kepada Organisasi Bantuan Hukum (OBH) atau advokat pro bono. Program ini nantinya akan diawali dengan pemberian pelatihan kepada paralegal yang ada di desa.
“Definisi paralegal di sini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yaitu lebih seperti asisten pengacara. Mereka akan berada dalam supervisi OBH,” terang Kristomo.
Sinergi antara Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum dengan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga menjadi perhatian Kristomo. Ia berharap penyuluh hukum yang ada di kanwil akan menjadi koordinator di tingkat kabupaten, sedangkan pimpinan tingginya akan melakukan pendekatan terkait program ini ke bupati atau walikota.
“Kepala divisi peraturan perundang-undangan dan pembinaan hukum yang ada di kanwil nantinya akan kami minta untuk mengadvokasi pembentukan peraturan daerah (perda) bantuan hukum, yang di dalamnya menjabarkan penggunaan dana desa untuk operasional Posyankumdes,” tambahnya.
Kepala Bagian Advokasi Hukum Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT), Guntur Aditama, mendukung penuh rencana BPHN untuk memperluas program Posyankumdes. Pasalnya hal tersebut sejalan dengan program Bantuan Advokasi, Pelayanan Hukum, dan Usaha Desa (Bahu Desa) yang digagas KemendesPDTT.
Program Bahu Desa dimotori oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan bersifat non-litigasi. KPMD juga diharapkan dapat berperan sebagai paralegal yang menjadi ujung tombak dan advokasi hukum guna memfasilitasi warga desa yang membutuhkan bantuan hukum melalui OBH.
“Titik fokus (focal point) kita yaitu KemendesPDTT menyambut baik yang sudah disampaikan Bapak Kristomo. Kita sama-sama mengawal keadilan bagi masyarakat yang ada di desa, terutama masyarakat miskin,” jelas Guntur.
Guntur menambahkan, desa dapat mengakses bantuan hukum dari pihak eksternal, seperti kantor hukum atau lembaga hukum yang menyediakan pelayanan hukum pro bono. Desa juga dapat menjadi kerja sama dengan pemerintah daerah dan instansi terkait dalam rangka mendapatkan bantuan hukum. Tentunya implementasi hal tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghormati hak asasi masyarakat.
Penyuluh Hukum Ahli Madya BPHN, Masan Nurpian, mengatakan bahwa program Posyankumdes adalah implementasi penegakkan supremasi hukum di Indonesia serta sebagai bagian dari Asta Cita Pemerintahan Prabowo – Gibran. Sebelumnya, layanan Posyankumdes telah dijalankan di dua provinsi, yaitu Papua Barat dan Bali.
“BPHN akan memulai Training of Trainers (ToT) kepada penyuluh hukum dan pemberi bantuan hukum (PBH) di seluruh kanwil Kemenkum pada bulan Januari 2025. Target di tahun 2025 yakni terbentuknya Posyankumdes di 50% desa yang ada di Indonesia,” pungkas Masan.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh stakeholders terkait, mulai dari seperti Organisasi Bantuan Hukum (OBH), kantor wilayah Kementerian Hukum, penyuluh hukum, dan perwakilan pegawai BPHN.