RUU Jaminan Benda Bergerak Dorong Kepastian dan Kemudahan Berusaha

BPHN.GO.ID – Ciawi. Dalam rangka mendorong penguatan ekonomi melalui sektor jaminan benda bergerak, pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jaminan Benda Bergerak. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kepastian, kemudahan, dan perluasan pemanfaatan jaminan oleh masyarakat. Konsinyering terkait penyusunan naskah akademik RUU tersebut diadakan pada Rabu hingga Jumat (16-18 Oktober 2024) di Hotel Horison Ultima Bhuvana, Ciawi.

Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), I Gusti Putu Milawati, menyampaikan bahwa pengaturan jaminan benda bergerak sangat penting untuk menciptakan ekosistem usaha yang kondusif di Indonesia. Dengan mempermudah pemberian kredit melalui jaminan benda bergerak, diharapkan ekonomi nasional dapat terdorong secara signifikan.

"Tujuan utama pengaturan ini adalah memberikan kepastian hukum, kemudahan akses, serta memperluas pemanfaatan jaminan benda bergerak oleh masyarakat, yang pada akhirnya akan memperkuat perekonomian nasional," kata I Gusti Putu Milawati.

Deputi Direktur Literasi dan Informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Greta Joice Siahaan, menekankan pentingnya perubahan regulasi OJK terkait kemudahan pendaftaran jaminan benda bergerak, khususnya dalam model gadai, agar tidak memberatkan masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Penyelarasan Naskah Akademik, M. Ilham Putuhena, menjelaskan bahwa RUU ini akan mengatur berbagai objek jaminan, termasuk fidusia, gadai, dan resi gudang. Selain itu, akan diatur juga hak dan kewajiban para pihak terkait, baik kreditur maupun debitur, guna menciptakan keseimbangan yang adil. Pengaturan ini akan mencakup implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021 terkait eksekusi jaminan fidusia.

Agus Sudianto, Sekretaris Tim Penyelarasan Naskah Akademik, menambahkan bahwa pasca putusan MK, kreditur harus memenuhi persyaratan tambahan sebelum melakukan eksekusi jaminan, seperti adanya kesepakatan wanprestasi dalam perjanjian pokok. Hal ini bertujuan untuk mencegah tindakan penarikan paksa kendaraan di jalanan yang kerap terjadi.

Konsinyering ini dihadiri oleh perwakilan OJK, Perum Pegadaian, dan Direktorat Perdata Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM. Penyelarasan naskah akademik ini dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.