BPHN.GO.ID – Yogyakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali menggelar kegiatan Diskusi Publik Partisipasi Bermakna, kali ini membahas terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Program Penyusunan, Monitoring dan Evaluasi, serta Kepatuhan Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Hukum di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta Masyarakat, Jumat (08/03/2024).
BPHN menggelar kegiatan Diskusi Publik Partisipasi Bermakna Kegiatan diskusi publik ini menitikberatkan pembahasan pada peran pembinaan hukum nasional yang lebih menyeluruh untuk mewujudkan kesadaran dan kepatuhan hukum di Indonesia. Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana menyampaikan bahwa saat ini konsep pembinaan hukum nasional lebih berat pada pembentukan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, untuk pembinaan hukum terkait hukum adat, hukum agama, dan hukum tidak tertulis lainnya belum diatur secara khusus.
“Pembinaan Hukum Nasional merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan hukum, yang diharapkan dapat membangun kepastian hukum untuk perkembangan iklim dunia usaha, investasi, dan pembukaan lapangan kerja,” ungkap Widodo pada kegiatan yang berlangsung di Aula Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Arfan Faiz Muhlizi menjelaskan bahwa upaya dalam peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum yang diatur dalam RPerpres tentang Kepatuhan Hukum ini akan meliputi kegiatan penyuluhan hukum, analisis dan evaluasi hukum, monitoring dan evaluasi perencanaan peraturan, serta audit kepatuhan hukum.
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Arfan Faiz Muhlizi
“RPerpres ini akan berfokus pada peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum, termasuk upaya dalam penataan perencanaan pembentukan peraturan, sehingga terbentuk peraturan perundang-undangan yang berkualitas dan berintegritas,” jelas Arfan.
Arfan menambahkan bahwa RPerpres tentang Kepatuhan Hukum ini disusun untuk menjaga rencana pembentukan peraturan sesuai dengan perintah peraturan perundang-undangan, sehingga tidak bertentangan dengan kebijakan perencanaan pembangunan nasional atau program prioritas pemerintah.
Selain itu, menurut Arfan pelaksanaan audit hukum yang digagas dalam RPerpres ini juga tidak akan menambah beban kepada masyarakat, dan tetap mengedepankan prinsip kemudahan berusaha serta mendorong implementasi Good Governance pada badan usaha, badan hukum, dan badan publik yang berdampak pada peningkatan positif terhadap iklim usaha.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP), Andriy Manuella Ginting mengungkapkan bahwa usulan penyusunan RPerpres tentang Kepatuhan Hukum ini sangat diperlukan ditengah banyaknya usulan peraturan yang “berulang tahun”. “Ditjen PP mendukung upaya BPHN dalam melaksanakan tata Kelola terhadap perencanaan hukum saat ini, kami berharap kolaborasi BPHN dengan Ditjen PP dalam penyusunan RPerpres ini dapat membentuk tata kelola regulasi yang baik, sehingga tidak ada lagi usulan peraturan yang berulang setiap tahunnya,” kata Andriy.
Andriy menambahkan bahwa kegiatan monitoring dan evaluasi yang direncanakan dalam RPerpres tentang Kepatuhan Hukum ini dapat dilakukan pada empat hal yaitu, timeline perencanaan peraturan, tahapan-tahapan penyusunan peraturan, jangka waktu penyusunan, serta partisipasi publik yang dihimpun dalam penyusunan. Harapannya hasil monitoring dan evaluasi ini tentunya bisa menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan tata kelola regulasi. (HUMAS BPHN)