BPHN.GO.ID – Gorontalo. Ketiadaan dukungan kebijakan dan regulasi di daerah berpengaruh terhadap upaya pengembangan dan pemberdayaan ekosistem industri kreatif. Tanpa payung hukum tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) berpotensi kesulitan melaksanakan mandat UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Makanya, perlu didorong agar di setiap Pemda dibentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang ekonomi kreatif sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Nur Ichwan, mengatakan industri kreatif menjadi salah satu pilar penting dalam mengembangkan perekonomian negara. Buktinya, pemerintah telah menetapkan sejumlah regulasi yang menjadi dasar mengembangkan dan memberdayakan industri kreatif lewat UU Nomor 24 Tahun 2019.
“UU tentang Ekonomi Kreatif menetapkan pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan dan mengembangkan ekosistem industri kreatif. Kata kunci paling penting adalah kolaborasi antara pemerintah pusat dengan Pemda serta melibatkan pelaku industri kreatif,” katanya saat membuka FGD Analisis dan Evaluasi Hukum Industri Kreatif, Kamis (11/7) bertempat di Aula Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Gorontalo.
Disampaikan Nur Ichwan, pemerintah dituntut berperan aktif dalam mendukung pengembangan industri kreatif melalui berbagai program, diantaranya pengembangan riset, pendidikan, fasilitasi pendanaan dan pembiayaan, pemberian insentif, fasilitasi kekayaan intelektual, hingga pelindungan hasil kreativitas. Industri kreatif yang terdiri dari 17 subsektor punya potensi yang besar untuk terus berkembang. Maka dari itu, diperlukan upaya menjaga pola keterhubungan rantai industri kreatif tersebut mulai dari kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi agar menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, mudah diakses, dan terlindungi secara hukum.
“Dalam konteks daerah, kekayaan warisan budaya lokal yang begitu berharga menjadi modal utama pengembangan industri kreatif di wilayah,” kata Nur Ichwan.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo, Aryanto Husain, mengatakan, kekuatan dan peluang dalam mengembangkan industri kreatif di daerah terbuka lebar di mana keanekaragaman seni, budaya, tradisi, dan lokasi daerah, ditambah dengan jumlah populasi penduduk berjumlah 173 juta yang didominiasi usia muda serta besarnya pengguna internet di Indonesia, menjadi potensi yang mesti dioptimalkan. Namun, yang tidak kalah penting adalah dukungan kebijakan dan regulasi pengembangan industri kreatif di level daerah.
“Sejumlah tantangan global, nasional, dan lokal masih perlu disiasati dengan strategi dan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi,” kata Aryanto, dalam kapasitasnya sebagai narasumber.
Di samping soal kebijakan dan regulasi, aspek pembiayaan bagi pelaku industri kreatif juga menjadi faktor penentu sukses atau tidaknya pengembangan industri kreatif. Analis Eksekutif Direktorat Pengembangan Hukum, Departemen Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Sawitri mengatakan, OJK senantiasa mendukung pemerintah termasuk yang dimandatkan PP Nomor 24 Tahun 2022. Namun, OJK menekakan agar perbankan senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan mengembangkan skema valuasi yang konsisten atas agunan berbasis kekayaan intelektual agar dapat membentuk ekosistem kekayaan intelektual yagn likuid dan berdaya saing.
“Kekayaan intelektual (KI) dimungkinkan menjadi jaminan kredit/pembiayaan. Namun KI harus bersifat executable dan transferrable untuk memitigasi risiko bank. Makanya, perlu ada kejelasan valuasi KI sebagai jaminan kredit/pembiayaan,” kata Sawitri.