BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan menyusul maraknya kasus kepailitan dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2023, tujuh BUMN telah dibubarkan, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan BUMN dan perlindungan hukum bagi kreditor.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Problematika Kepailitan dan Pembubaran BUMN Persero Serta Perlindungan Hukum Kreditor", Kamis (21/03/2024) yang berlangsung di Aula Mudjono, BPHN. Acara ini dihadiri oleh berbagai pakar hukum, akademisi, dan praktisi untuk membahas kompleksitas kepailitan BUMN dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlanga, Hadi Subhan menyoroti bahwa isu-isu penting terkait kepailitan ini yaitu terkait proses-proses penentuan suatu BUMN dinyatakan pailit, siapa pihak yang berwenang untuk mengajukan status kepailitan pada BUMN, perlunya instrumen hukum dalam kepailitan, serta penentuan sifat status piutang dalam BUMN. “Dalam kasus kepailitan BUMN instrumen hukum terhadap kepailitan perusahaan BUMN ini penting dan perlu pengaturan lebih lanjut,” kata Hadi.
Co-Founder Arkananta Vennootschap, Alfin Sulaiman mengungkapkan problematika dalam kepailitan BUMN ini yaitu perlindungan terhadap kreditor, sehingga negara harus mampu mengklasifikasi kreditor yang mendapatkan jaminan minimum jumlah penyelesaian utang dari proses pemberesan kepailitan. “Pengklasifikasian perlindungan terhadap kreditor ini dapat dibagi menjadi kreditor yang masuk sebagai warga negara atau perusahaan berbadan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara dan tidak terafilisasi dengan pihak asing,” ungkap Alfin.
Pimpinan Kantor Hukum Ismak Advocaten, Muhammad Ismak menjelaskan ketika suatu BUMN Persero dinyatakan pailit dan proses kepailitan berakhir, harta benda perusahaan BUMN tidak mencukupi untuk membayarkan hutang-hutangnya kepada kreditor dan perusahaan BUMN Persero tidak dapat melanjutkan usahanya, maka BUMN dapat dimungkinkan untuk dibubarkan dan tidak mendapatkan rehabilitasi akibat putusan pailit tersebut. “Dalam proses pembubaran BUMN Persero perlu adanya campur tangan pemerintah dikarenakan Negara merupakan pemegang saham terbesar hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara,” jelas Ismak.
Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa pailitnya BUMN harus dihindari karena dapat berdampak negatif pada perekonomian negara. Diperlukan strategi pengelolaan BUMN agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel agar menghindari kepailitan. “Pentingnya melakukan pengawasan kinerja BUMN dalam penerapan kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk memantau keuangan, tata kelola, dan kinerja operasional BUMN untuk mencegah terjadinya kepailitan,” kata Misbakhun.
Selanjutnya, Sekretaris BPHN, I Gusti Putu Milawati menyampaikan semoga melalui pelaksanaan FGD ini merupakan suatu upaya dari pemerintah untuk memastikan kepastian hukum yang adil. “Saya berharap catatan dalam FGD ini bisa menjadi bekal dalam pelaksanaan analisis dan evaluasi terkait produk hukum yang terkait dengan BUMN dan memberikan perkembangan positif bagi pengaturan Kepailitan dan Pembubaran BUMN Persero Serta Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor,” tutup Milawati. (HUMAS BPHN)