Denny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada
Membenahi Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan kembali menjadi sorotan. Video yang dibuat oleh Syaripudin Pane - mantan narapidana yang pernah dibina di Rumah Tahanan Salemba - menjadi bahan pemberitaan di berbagai media. Video yang dibuat pada tahun 2007- 2008 tersebut menunjukkan bagaimana penyimpangan banyak terjadi di Rutan Salemba saat itu. Kemenkumham berterimakasih atas informasi yang diberikan Syaripudin tersebut. Informasi dan laporan dari masyarakat, apalagi yang bermaksud untuk ikut membantu pembenahan lapas, adalah salah satu cara untuk mempercepat ikhtiar perbaikan yang terus kami lakukan. Terlebih informasi itu memang data yang benar, yang menunjukkan kondisi pada saat video itu direkam.
Meskipun, perlu juga dijelaskan bahwa saat ini kondisinya telah pula ada perbaikan. Di kala video tersebut diambil, kelebihan tingkat hunian di Rutan Salemba adalah lebih dari 500%. Saat itu Lapas Salemba belum selesai dibangun. Saat ini, meskipun masih juga huniannya melebihi kapasitas, over capacity di Rutan Salemba telah berhasil diturunkan menjadi 300%. Tentu saja, kondisi demikian masih jauh dari ideal. Karenanya, penyimpangan masih sangat mungkin terjadi. Penyimpangan mana yang kami sendiri temukan dan saksikan langsung ketika Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas) melakukan inspeksi mendadak ke Rutan Pondok Bambu dan menemukan kenyataan ruang Arthalita Suryani, Aling dan beberapa penghuni lainnya jauh lebih mewah daripada seharusnya. Maka, informasi yang disampaikan Syaripudin tentu saja harus menjadi cambuk pemicu bagi kami untuk bekerja lebih keras dan efektif agar penyimpangan yang kami temukan dulu—dan sekarang masih terjadi di beberapa tempat - dapat segera diatasi, khususnya di kala kami sendiri memegang amanah di bawah kepemimpinan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin.
Membenahi Kelebihan Hunian
Penanganan persoalan di Lapas, tentu saja bukan persoalan mudah. Namun bukan berarti tidak dapat diselesaikan. Justru, kami sangat beruntung, karena persoalan ini sudah banyak yang mengkaji sehingga kami dimudahkan untuk memilih solusi terbaik yang diusulkan berbagai kalangan. Cetak biru reformasi Lapas, misalnya, telah ada untuk dilaksanakan. Kajian dari KPK juga telah membuat telaah yang tidak kalah komprehensifnya, untuk membantu Kemenkumham membenahi Lapas. Namun demikian, dalam waktu dekat, untuk lebih mendapatkan deteksi persoalan yang lebih akurat, maka kami tetap berencana melakukan audit menyeluruh persoalan di Lapas. Dengan audit menyeluruh demikian, di beberapa Lapas yang paling problematik, tentu solusi yang lebih tepat sasaran akan lebih mudah dirumuskan.
Sambil audit menyeluruh dilakukan, Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) terus dilengkapi dengan menggunakan secara maksimal sistem informasi teknologi. Saat ini SDP sudah dilakukan tapi masih terbatas di wilayah Jabodetabek. Pengembangan sistem ini ke 19 wilayah dalam waktu dekat akan melingkupi 80 persen jumlah warga binaan, yang jumlahnya saat ini lebih kurang 130 ribu orang. Dengan data informasi warga binaan yang lebih akurat, maka kebijakan yang lebih tepat sasaran tentu akan lebih mudah dijalankan.
Misalnya, terkait berlebihan tingkat hunian antara 100 hingga lebih dari 300 persen. Persoalan ini adalah akar masalah yang mau—tidak—mau harus segera diambil langkah cepat untuk diatasi. Karena dengan over capacity menyebabkan tingkat kenyamanan terganggu, tingkat keselamatan terganggu, tingkat pengawasan berkurang, dan pada ujungnya menghadirkan berbagai macam penyimpangan, termasuk menyuburkan pungli dan korupsi. Maka, kelebihan tingkat hunian harus diatasi, minimal dengan lima cara, yaitu: pertama, secara regulasi menguatkan agar yang dikirim ke Lapas/Rutan adalah benar-benar pelaku kejahatan yang harus mendapatkan pembinaan. Maka forum Mahkumjakpol (Mahkamah Agung, Kemenkumham, Kejaksaan dan Kepolisian) yang telah dibentuk harus menjadi pintu koordinasi, agar kejahatan ringan memang tidak berujung di penjara. Misalnya, dalam kasus narkoba, maka yang mestinya sampai ke Lapas/Rutan adalah produsen atau bandar, bukan pemakai apalagi korban. Kepada dua kelompok terakhir, mereka tidaklah dipenjarakan, tetapi dikirim ke pusat rehabilitasi untuk disembuhkan.
Kedua, pembangunan Lapas baru telah dan sedang diselesaikan, dengan anggaran 1 triliun Rupiah yang disediakan dan disetujui oleh Presiden. Ketiga, memindahkan warga binaan dari Lapas/Rutan yang kelebihan penghuni, ke unit kerja yang masih tidak over capacity. Keempat, memaksimalkan pemberian hak narapidana seperti remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi, dan lain-lain. Khususnya kepada narapidana yang tidak melakukan kejahatan luar biasa seperti korupsi, terorisme, bandar narkoba. Kelima, memberikan grasi kepada narapidana yang termasuk kelompok masyarakat lemah atau marginal, seperti anak-anak, manula, sakit atau cacat permanen. Dengan lima langkah tersebut, maka persoalan kelebihan penghuni di Lapas seharusnya dapat diselesaikan. Menurut perhitungan Direktoral Jenderal Pemasyarakatan, jika kebijakan tersebut dijalankan secara konsekuen, maka di tahun 2012, tingkat hunian di Jakarta akan menurun hingga hanya kurang dari 27%.
Membasmi Pungli
Hal lain yang juga sering dikeluhkan adalah soal masih adanya praktik pungutan liar. Tentu saja dalam hal ini, tingkat kesejahteraan petugas di lapangan harus ditingkatkan, di samping sistem pengawasan yang terus diperbaiki. Tidak ada pilihan lain. Saat ini remunerasi sudah diterima oleh pegawai di lingkungan Kemenkumham, termasuk petugas Lapas. Tetapi, masih ada ruang untuk meningkatkan penghasilan, misalnya dengan mengembalikan tunjangan resiko yang sebelumnya diterima petugas di lapangan.
Di sisi lain, sistem reward and punishment harus diterapkan dengan konsekuen. Kepada petugas yang melanggar harus diberikan sanksi administrasi yang tegas, bahkan hingga dipidanakan kalau terbukti korupsi. Sedangkan bagi yang berprestasi tentu harus diberikan penghargaan konkrit termasuk posisi jabatan yang lebih baik. Untuk itu, sistem pelaporan dan pengaduan harus diperbaiki (whistle blowing system). Bukan hanya pengaduan oleh masyarakat tetapi di antara petugas Lapas sendiri. Saya meyakini, mayoritas petugas Lapas adalah insan yang berdedikasi tinggi dan hati nuraninya menolak keras praktik pungli. Maka, kepada petugas yang berdedikasi dan berintegritas tak terbeli tersebut, saya menaruh kepercayaan dan harapan bahwa mereka akan menjadi agen perubahan bagi Lapas ke depan yang jauh lebih baik, lebih bebas pungli.
Akhirnya, dalam tiga tahun ke depan, hingga masa bakti kami di bawah kepemimpinan Bapak Amir Syamsudin di tahun 2014, insya allah pembenahan akan terus kami lakukan di Kemenkumham, termasuk di Lapas. Semuanya kami niatkan untuk menciptakan Indonesia ke depan yang lebih baik. Keep on fighting for the better Indonesia (*).
(Sumber : www.kemenkumham.go.id)