Komisi III DPR Mulai Membahas RUU tentang KUHP dan RUU tentang KUHAP

Jakarta, BPHN –  Bertempat di ruang rapat Komisi III DPR, Rabu (6/3) diadakan rapat kerja antara Menteri Hukum dan HAM dengan Komisi III DPR untuk membahas RUU tentang KUHP dan RUU tentang KUHAP.  Rapat yang dipimpin oleh Azis Syamsudin tersebut mendengarkan keterangan Presiden dan pandangan fraksi-fraksi terkait dengan pembahasan RUU tentang KUHP dan RUU tentang KUHAP. Pada kesempatan tersebut, selain didampingi oleh instansi penegak hukum dan instansi/pakar hukum yang terkait lainnya, Menteri Hukum dan HAM yang mewakili Presiden didampingi oleh Prof. Muladi selaku ketua tim penyusunan RUU tentang KUHP dan Prof. Andi Hamzah selaku ketua tim penyusunan RUU tentang KUHAP.

Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin menyatakan bahwa diajukannya kedua RUU tersebut adalah merupakan upaya nyata untuk melakukan pembaharuan hukum pidana nasional baik secara materiil dan formil. Selain untuk melakukan dekolonisasi KUHP dalam bentuk rekodifikasi, penyusunan RUU tentang KUHP juga diarahkan untuk mewujudkan demokratisasi dan konsolidasi hukum pidana serta adaptasi dan harmonisasi dengan perkembangan hukum yang terjadi. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Hukum dan HAM juga mengingatkan bahwa dengan sistematika Buku Kesatu dan Buku Kedua dengan 766 pasal, maka pembahasan RUU tentang KUHP perlu dialkukan dengan strategi dan mekanisme khusus yang efektif dan efisien. Terlebih lagi, pada saat yang bersamaan, Komisi III  DPR juga mendapat tugas untuk membahas RUU yang terkait erat dengan proses penegakan hukum yaitu RUU tentang Kejaksaan dan RUU tentang Mahkamah Agung.

Berdasarkan padangan yang disampaikannya, pada dasarnya semua fraksi yang hadir rapat tersebut sepakat untuk menerima kedua RUU tersebut dan melakukan pembahasan lebih lanjut. Fraksi Partai Amanat Nasional, mengingatkan bahwa selain mengadaptasi perkembangan-perkembangan hukum yang ada akan tetapi materi muatan yang diatur dalam KUHP jangan sampai melupakan kearifan hukum adat yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Sedangkan Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar dalam proses pembahasan kedua RUU tersebut dibuat semacam hotline untuk menampung masukan dan pendapat masyarakat. [rja]