BPHN.GO.ID – Mataram. Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang disahkan pada 2020 lalu memiliki banyak dampak terhadap banyak sektor, termasuk lingkungan hidup. Dampak ini sangat bergantung pada implementasi dan penegakan aturan turunan dari UU ini serta komitmen pemerintah dan pelaku usaha dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Guna membahas lebih lanjut dampak UUCK terhadap lingkungan hidup dari sisi regulasi, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kanwil Kemenkumham NTB) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada Kamis (16/05/2024).
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Nur Ichwan, dalam arahannya menyampaikan bahwa Indonesia masih menghadapi banyak masalah lingkungan hidup. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, maupun perilaku manusia seperti pembuangan sampah sembarangan, limbah industri, dan penebangan hutan secara liar.
“Pemerintah telah mengupayakan perbaikan atas persoalan tersebut. Salah satunya melalui pengubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Nur Ichwan dalam kegiatan yang berlangsung di Kantor Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram.
Dosen Hukum Lingkungan Universitas Mataram, Muhammad Risnain, menyampaikan permasalahan lingkungan yang terjadi di Provinsi NTB, misalnya terkait peningkatan lahan kritis, permasalahan air, pengelolaan sampah, dan sumber mata air yang tidak memadai.
“Indeks kualitas air di NTB sebesar 22,75 poin. Ini masih jauh di bawah nilai nasional yang sebesar 60,38. Selain itu, permasalahan lain seperti pengelolaan sampah yang belum optimal dan berkurangnya mata air perlu menjadi perhatian bersama,” jelas Muhammad Risnain.
Pejabat Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, Novan Satria Utama, menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat atas pengelolaan lingkungan hidup. Sebab, masyarakatlah yang terkena dampak langsung apabila terdapat pelanggaran di sektor lingkungan hidup.
“Pelibatan masyarakat perlu dilakukan dengan tetap membuka ruang bagi pemerhati lingkungan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pelibatan masyarakat di luar masyarakat yang terkena dampak langsung dilakukan oleh Tim Uji Kelayakan (TUK),” ujarnya.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ahmad Fahrurazi, menyambut baik penyelenggaraan FGD ini. Ia menekankan pentingnya analisis dan evaluasi terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan hidup, dari tingkat pusat hingga peraturan daerah.
"Harapan kami, permasalahan-permasalahan lingkungan hidup, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dapat diatasi," ujar Fahrurazi.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Analis Hukum Ahli Utama BPHN Bambang Iriana, Analis Hukum Ahli Madya BPHN Erna Priliasari, Analis Hukum Ahli Muda BPHN Yerrico Kasworo, perwakilan pegawai BPHN dan Kanwil Kemenkumham NTB, serta tamu undangan lainnya. (HUMAS BPHN)