BPHN Lakukan Analisis dan Evaluasi terhadap Peraturan Perundang-undangan Pertahanan Negara

BPHN.GO.ID – Jakarta.  Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar rapat diskusi untuk menganalisis dan mengevaluasi hukum pertahanan negara di Ruang Rapat Lantai 2 BPHN, Jakarta Timur, pada Kamis (27/06/2024). Dalam kesempatan tersebut, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi BPHN, Nur Ichwan, menekankan pentingnya merumuskan analisis yang tajam dan memberikan rekomendasi objektif terhadap suatu peraturan perundang-undangan. 

 

“Oleh karena itu, dalam rapat ini dibahas beberapa agenda, meliputi pembahasan kerangka konsep, temuan-temuan terkait peraturan perundang-undangan, serta isu-isu krusial yang telah diidentifikasi oleh Kelompok Kerja (Pokja),” ujar Nur Ichwan.

 

Diskusi mengalir cukup menarik dan membahas banyak topik terkait pertahanan negara, mulai dari terorisme, situasi sosial politik, pertahanan negara di bidang siber, serta dialog lainnya. 

 

Salah satu topik yang dibahas adalah pembentukan komponen cadangan (komcad) yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Kepala Bagian Perancangan dan Harmonisasi Kementerian Pertahanan (Kemhan), Yuniar, berpendapat bahwa saat ini komcad belum dimanfaatkan secara optimal.

 

Menurut Dosen Universitas Pertahanan (Unhan), Muh Halkis, pemanfaatan komcad akan dapat memberikan efek positif pada kesiapan negara dalam menghadapi perang. “Dalam strategi perang gerilya peran rakyat menjadi penentu. Ini sangat khas dan sesuai dengan konteks Indonesia. Karena itulah rakyat harus disiapkan sebagai komponen cadangan,” ujarnya.   

 

Analis Hukum Ahli Madya BPHN, Tongam Renikson, menyinggung soal kerentanan pertahanan negara di bidang siber. Hampir setiap hari kita mendengar berita tidak menyenangkan mengenai peretasan dan kebocoran data. Ini menunjukkan lemahnya perlindungan di dunia siber. Tongam mengatakan bahwa jika hal tersebut dibiarkan terus menerus, bukan tidak mungkin akan mengancam kedaulatan negara.

 

Analis Hukum Ahli Muda BPHN, Viona Wijaya, menggarisbawahi bahwa terlepas dari situasi sosial politik saat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dibentuk, UUD 1945 tetap menempatkan sistem pertahanan dan keamanan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

 

“Evaluasi perlu dilakukan dengan merujuk pada konsep tersebut agar kerangka peraturan yang ada juga mendorong sinergisitas lembaga-lembaga terkait seperti TNI dan Polri untuk mewujudkan perlindungan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Viona yang juga bertindak sebagai Sekretaris Pokja. 

 

Pokja juga membahas potensi disharmoni dalam pengaturan penanggulangan terorisme. Diskusi tersebut mencakup peran TNI dan Polri yang saat ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda. Pokja melihat terorisme sebagai salah satu isu di bidang pertahanan dan keamanan yang memerlukan perbaikan regulasi agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif dan efisien. 

 

Analisis dan evaluasi hukum pertahanan negara sangat penting untuk menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks. Sinergi antara berbagai lembaga dan optimalisasi komponen cadangan diharapkan mampu meningkatkan ketahanan dan kesiapan negara dalam menghadapi berbagai ancaman. Hasil diskusi ini akan menjadi dasar bagi rekomendasi yang akan disusun oleh BPHN untuk memperkuat kerangka hukum pertahanan negara. (HUMAS BPHN)