BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali mengadakan Focus Group Discussion terkait Auditor Hukum. Apabila dalam FGD sebelumnya banyak membahas terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembinaan Hukum Nasional dan Rancangan Peraturan Presiden tentang Kepatuhan Hukum (RPerpres Kepatuhan Hukum), kegiatan kali ini berfokus pada penyusunan standar kompetensi dan profesionalitas Auditor Hukum.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Analis Hukum Madya BPHN, Tongam Renikson Silaban, ini menghadirkan narasumber dari pihak akademisi dan praktisi, di antaranya Pakar Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi, Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI) Harvardy M. Iqbal, dan Sekretaris Jenderal ASAHI Wartono Wirjasaputra.
Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI), Harvardy M. Iqbal, dalam paparannya menjelaskan tentang proses pendidikan Auditor Hukum Bersertifikat (Certified Legal Auditor/CLA) yang selama ini berjalan. ASAHI menjalin kerja sama dengan Jimly School serta Fakultas Hukum di berbagai universitas di Indonesia dalam melakukan pendidikan Auditor Hukum Bersertifikat.
“Peserta mengikuti pendidikan Auditor Hukum dan setelah itu dilakukan Uji Kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Auditor Hukum Indonesia. LPS tersebut diassessment oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),” jelas Harvardy dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Senin (01/04/2024), di Aula Moedjono Lantai IV BPHN, Jakarta Timur.
Harvardy juga memberikan penjelasan mengenai standar kompetensi kerja profesi Auditor Hukum Indonesia. Menurutnya, standar kompetensi tersebut digunakan sebagai perlindungan terhadap Auditor Hukum Indonesia. Selama dilakukan sesuai standar, pekerjaan Auditor Hukum dapat dipertanggungjawabkan.
“Selain itu, melalui standar kompetensi tersebut, antara satu Auditor Hukum dengan yang lainnya memiliki cara atau metode yang sama (keseragaman). Berbeda halnya dengan konsultan hukum yang memiliki standar yang berbeda-beda di tiap kantornya,” ujar Harvardy.
Pakar Hukum Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menyatakan bahwa RPerpres Kepatuhan Hukum mengatur soal pembinaan profesi yang salah satunya dilakukan melalui penetapan peraturan/kebijakan peningkatan kompetensi Auditor Hukum. Berdasarkan hal tersebut, perlu dirumuskan suatu rancangan standar kompetensi Auditor Hukum.
Lantas, apa saja standar kompetensi yang diharapkan? Khairul Fahmi berpendapat bahwa jika kita ingin memiliki Auditor Hukum yang mumpuni, setidaknya ada lima standar kompetensi yang harus dipenuhi. Pertama, kompetensi substantif terkait pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua, kompetensi kesadaran dan kepatuhan hukum, baik badan hukum maupun perorangan.
“Kemudian, diperlukan juga kompetensi terkait prosedur audit hukumnya bagaimana, standar audit hukum yang digunakan apa saja, dan kode etik Auditor Hukum yang harus diperhatikan,” tambah Khairul Fahmi.
Sekretaris Jenderal ASAHI, Wartono Wirjasaputra, berpendapat bahwa Auditor Hukum harus memiliki identitas tertentu. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara standar kompetensi kerja dengan standar kompetensi isi atau substansi. Ke depannya mungkin bisa ada dua sertifikasi, yaitu sertifikasi mengenai standar kompetensi kerja dan sertifikasi mengenai standar kompetensi isi atau substansi Auditor Hukum.
“Perlu juga dibedakan antara prosedur dengan standar. Prosedur merupakan langkah-langkah kerja, yang selama ini dipandu oleh BNSP. Sedangkan standar Auditor Hukum nanti ditentukan oleh Kemenkumham,” kata Wartono.
Melalui perbedaan standar tersebut, tambah Wartono, maka Auditor Hukum akan menjadi spesialis-spesialis di bidang tertentu, seperti yang disampaikan oleh Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana dalam beberapa kesempatan sebelumnya. Auditor Hukum dapat menjadi spesialis di berbagai bidang, seperti bidang pertanahan, pertambangan, dan lain sebagainya. (HUMAS BPHN)