60 Tahun Pemasyarakatan: Mengubah Pelanggar Hukum Menjadi Berguna Bagi Masyarakat
Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) merayakan Hari Bakti Pemasyarakatan (HBP) yang ke-60 tahun 2024. Dalam peringatan ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, mengatakan bahwa konsep sistem pemasyarakatan Indonesia bertujuan mengubah para pelanggar hukum atau warga binaan menjadi manusia yang berguna di tengah masyarakat.
“Saya percaya dengan umur 60 tahun, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akan menjadi sebuah lembaga yang mampu mengubah para pelanggar hukum menjadi orang-orang yang dapat berguna bagi masyarakat,” ucap Yasonna dalam upacara peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan, Senin (29/04/2024).
Ia menjelaskan konsep pemasyarakatan telah mengalami perubahan dari yang sebelumnya melihat penjara sebagai sistem pemberian hukuman. Sistem ini kemudian berubah dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Kalau pemenjaraan hanya untuk pembalasan, maka akan timbul dendam tanpa ada efek memperbaiki. Filosofi ini berubah menjadi konsep pencegahan, kemudian masuk ke dalam konsep pemasyarakatan, pembinaan, dan reintegrasi," tutur Yasonna di lapangan upacara Kemenkumham.
Petugas pemasyarakatan, lanjut Yasonna, tidak mempunyai peran untuk menghukum. Keberhasilan petugas pemasyarakatan adalah ketika mampu mengubah orang yang melanggar hukum menjadi orang yang taat hukum. Petugas berperan memberikan pembinaan agar warga binaan sadar akan kesalahannya dan berubah.
“Petugas pemasyarakatan memiliki kewajiban hukum dan moral. Tentu sebuah kebanggaan apabila mampu mengubah warga binaan menjadi manusia yang berkontribusi kembali kepada masyarakat. Warga binaan mengikuti pendidikan, pelajaran agama, keterampilan, dan keahlian di bawah asuhan saudara petugas pemasyarakatan,” ucap Menkumham.
Yasonna menerangkan para warga binaan adalah orang-orang yang memiliki talenta dan bakat terpendam yang perlu diasah. Melalui kegiatan pembinaan, warga binaan dapat kembali ke tengah masyarakat dengan membawa perubahan diri dan keterampilan.
Lembaga pemasyarakatan (Lapas) telah mengakomodir beragam kegiatan pembinaan, di antaranya pendidikan agama, pendidikan sekolah, hingga berbagai keterampilan seperti mebel, tata boga, produksi pakaian, produksi gabah, produksi suvenir, seni tari, seni musik, hingga seni lukis.
“Kita harapkan tidak ada penolakan masyarakat terhadap warga binaan setelah keluar dari lapas. Setelah mengikuti pembinaan pemasyarakatan, tidak ada lagi label negatif, tidak ada lagi konsep kejahatan sebagai produk biologis. Warga binaan telah berubah menjadi manusia baru,” ujarnya.
Secara historis, HBP merupakan momentum peringatan atas istilah Pemasyarakatan yang secara resmi dipergunakan sejak 27 April 1964 melalui Konferensi Dinas Kepenjaraan untuk seluruh Indonesia di Lembang. HBP merupakan transformasi besar dari sistem kepenjaraan yang hanya ditujukan untuk mengurung narapidana menjadi Sistem Pemasyarakatan untuk mereformasi pelanggar hukum ke arah lebih baik.
Dalam peringatan ke-60, HBP mengusung tema “Pemasyarakatan PASTI Berdampak” dan telah melaksanakan rangkaian kegiatan sebelumnya, antara lain, lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an dan dakwah Tahanan/Anak/Narapidana dan Anak Binaan, Safari Ramadan, pembagian takjil, Mudik Gratis Pemasyarakatan, donor darah, Inmate’s Got Talent, Festival Pemasyarakatan, tabur bunga makam pahlawan, serta program bangga menggunakan produk dalam Lapas.