Uji Proposal Penelitian Hukum tentang Mekanisme Penyelesaian Konflik Antar Negara Dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan

Jakarta, WARTA-BPHN

Sebagai  negara kepulauan, Indonesia memiliki  Sumber Daya Kelautan (SDK) yang sangat melimpah. Salah satunya adalah potensi  Sumber Daya Perikanan (SDI) laut. Untuk itu Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), mengundang Kementerian/Lembaga Non Kementerian (KL) untuk membahas proposal Penelitian Hukum tentang Mekanisme Penyelesaian Konflik Antara Negara Dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan.

Hadir sebagai narasumber Hj. Chaerijah dan Tommy  Hendra Purwaka dari Unversitas Atmajaya. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Mudjono Lt. IV kantor BPHN dan dibuka oleh Plh. Pusat Penelitian dan Pengembangan SHN, Agus Subandriyo. Dalam pengantarnya beliau katakan, bahwa Indonesia sebagai negara maritim perlu melakukan riset penanganan kemaritiman lebih mendalam, apalagi saat ini di era pemerintahan Jokowi–JK sangat jelas bahwa Indonesia harus kembali menjadi negara maritim yang pernah di segani tempo dulu. Rabu (19/8).

Maka dalam uji penelitian hukum ini, BPHN mengundang instansi yang berkompeten dibidang Maritim, Kepolisian Air, LSM dan sebagainya. Untuk itu kepada para undangan kiranya dapat memberikan masukan terhadap proposal ini, yang kemudian kita sama-sama dalami konflik-konflik yang terjadi untuk segera dibuatkan solusinya, ujar Agus Subandriyo.  Sekaligus membuka Acara Uji Proposal Penelitian.

Menurut Chaerijah menyampaikan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai Sumber Daya Kelautan (SDK) yang sangat melimpah. Salah satunya adalah potensi Sumber Daya Perikanan (SDI) laut. Potensi SDK Indonesia yakni sebesar 6,7 juta ton per tahun. Potensi sumber daya perikanan berperan penting sebagai sumber devisa bagi negara, penyokong penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta menjadi sumber penghidupan bagi penduduk yang menempati wilayah pesisir.

Di katakan juga beberapa issu strategis pembangunan kelautan yang meliputi bidang-bidang seperti pertambangan, pariwisata bahari, perikanan, ekonomi masyarakat pesisir, angkutan laut, dan industri maritim. Tentu saja bidang-bidang yang di kemukakan itu bisa di tambahkan issu-issu strategis di berbagai bidang kelautan lainnya, seperti bioteknologi, bidang perlindungan sumber daya kelautan yang menyangkut seperti sumber daya pusaka/warisan yang terendam, terumbu karang sebagai spesies laut dll, serta bidang keamanan dan pengamanan laut.

Seiring berjalannya waktu, di dalam pengelolaan sumber daya kelautan kerap terjadi konflik, baik konflik internal maupun eksternal antar negara. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang di ambil pun sangat menentukan posisi negara sebagai kepentingan negara-negara  untuk menguasai sumber daya kelautan merupakan hal yang melatarbelakangi perkembangan pengaturan terhadap laut, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dalam perkembangannya ternyata bahwa bagian-bagian laut tersebut tidak mencukupi kepentingan negara-negara, sering timbul berbagai masalah dan konflik seiring upaya negara-negara menguasai sumber daya kelautan. Begitu juga Indonesia dalam menghadapi permasalahan potensi yang berada di luar wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang rentan di perebutkan oleh bangsa-bangsa lain jika tidak di lindungi atau di kelola dengan baik. Pengelolaan SDA di zona ini tidak saja soal ikan tangkapan, tetapi sudah terkait dengan pencarian lapangan migas, logam mulia dan bahan-bahan kimia tertentu.

Sedangkan menurut Tommy Hendra Purwaka dari universitas Atmajaya menyampaikan bahwa zona ekonomi eksklusif (ZEE) harus dipahami secara benar sebab tidak hanya sebatas spesies-spesies yang ada di dalam laut namun juga apa yang ada di dalam laut tersebut. Untuk itu bagi penelitian ini di harapkan dapat mengidentifikasi komponen pengelolaan sumber daya dan lingkungan hidup seperti :

1.       Proses pengambilan keputusan secara sadar untuk mengalokasikan lingkungan dan sumber daya alam dalam ruang dan waktu secara berkelanjutan guna mewujudkan tujuan-tujuan pengelolaan yang telah di tetapkan.

2.       Keptusan tersebut di ambil dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), hukum dan kelembagaan serta administrasi negara dan administrasi niaga yang berlaku.

3.       Proses pengambilan keputusan tersebut lazim di lakukan dalam perencanaan (planning), penataan (organizing), pelaksanaan rencana (actualiting), dan pengawasan (controling) (POAC) atau rencanakan (plan), kerjakan (do), awasi (check) dan ambil tindakan (action) (PDCA).

Lebih tandas di katakan juga ada delapan rejim hukum laut internasional yang harus di ketahui yaitu :

1.       Perairan pedalaman (internal water)

2.       Perairan nusantara (archipelagic water)

3.       Laut teritorial (territorial sea)

4.       Zona tambahan (contiguous zone)

5.       Zona ekonomi eksklusif (exlusive economic zone)

6.       Laut lepas (high seas)

7.       Landas kontinen (continental self)

8.       Dasar laut internasional.

Maka dalam pertemuan ini di harapkan juga peran serta dari para undangan untuk sama-sama memberi masukan agar pengelolaan kemaritiman serta konflik-konfliknya dapat di selesaikan secara baik, guna menuju Indonesia menjadi negara maritim seperti yang lalu-lalu, ujar Tommy mengakhiri presentasinya. Kegiatan yang di ikuti oleh beberapa kementerian/lembaga non kementerian di tutup dengan sesi tanya jawab. *tatungoneal & MBS