BPHN.GO.ID – Jakarta. Lelang sebagai instrumen jual beli memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan perekonomian nasional. Namun, aturan pelaksanaan lelang di Indonesia ternyata masih mengacu pada warisan kolonial, yakni Vendu Reglement Stb 1908/189. Aturan tersebut dianggap telah usang dan tertinggal dalam mengikuti kebutuhan dan perkembangan yang ada di masyarakat, termasuk perkembangan teknologi.
“Dalam prakteknya saat ini, transaksi lelang masih dilakukan secara fisik, bersifat lokal, tidak efisien dan paper based. Hal tersebut menimbulkan rawannya pemalsuan dokumen dan keterbatasan ruang penyimpanan,” ungkap Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Aloysius Yanis Dhaniarto dalam kegiatan Kick Off Meeting Pembahasan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlelangan, Rabu (12/04/2023), di Aula Lantai 5 Gedung Syafrudin Prawiranegara II Jakarta Pusat.
Oleh karena itu, lanjut Aloysius, sangat penting untuk menyusun kembali RUU tentang Perlelangan guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak. Terlebih lagi jika melihat dampak positif RUU tersebut terhadap perekonomian negara. Misalnya untuk menciptakan lapangan kerja dan membantu negara untuk mencairkan aset “idle” seperti aset agunan kredit bermasalah, aset sitaan/rampasan negara dan sebagainya.
Aloysius Yanis Dhaniarto menambahkan, transaksi lelang ke depannya akan dilakukan secara elektronik. “Proses bisnis lelang seluruhnya memanfaatkan teknologi informasi. Permohonan Lelang dilakukan melalui aplikasi dengan dokumen elektronik, Risalah Lelang dibuat secara elektronik sehingga menjadi produk hukum digital dan tanda tangan pihak Penjual, Pembeli dan Pejabat Lelang dibutuhkan secara elektronik (digital signature),” jelasnya.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Muda BPHN Nunuk Febriana menyampaikan bahwa RUU Perlelangan masuk dalam Daftar Prolegnas Jangka menengah Tahun 2020-2024. “Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN serta komitmen Kementerian/Lembaga, RUU Perlelangan ditargetkan untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2024. Untuk saat ini, prosesnya dalam tahap Panitia Antar Kementerian (PAK),” pungkasnya.
RUU Perlelangan menjadi sebuah harapan untuk mengakomodasi digitalisasi lelang dengan proses bisnis yang sederhana, mudah, transparan, akuntabel, adil, dan berkepastian hukum. Dengan begitu, lelang dapat menjadi instrumen jual beli yang modern, simpel, mudah, objektif, dan aman dengan pelibatan swasta yang cukup besar. (HUMAS BPHN)
“Dalam prakteknya saat ini, transaksi lelang masih dilakukan secara fisik, bersifat lokal, tidak efisien dan paper based. Hal tersebut menimbulkan rawannya pemalsuan dokumen dan keterbatasan ruang penyimpanan,” ungkap Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Aloysius Yanis Dhaniarto dalam kegiatan Kick Off Meeting Pembahasan Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlelangan, Rabu (12/04/2023), di Aula Lantai 5 Gedung Syafrudin Prawiranegara II Jakarta Pusat.
Oleh karena itu, lanjut Aloysius, sangat penting untuk menyusun kembali RUU tentang Perlelangan guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak. Terlebih lagi jika melihat dampak positif RUU tersebut terhadap perekonomian negara. Misalnya untuk menciptakan lapangan kerja dan membantu negara untuk mencairkan aset “idle” seperti aset agunan kredit bermasalah, aset sitaan/rampasan negara dan sebagainya.
Aloysius Yanis Dhaniarto menambahkan, transaksi lelang ke depannya akan dilakukan secara elektronik. “Proses bisnis lelang seluruhnya memanfaatkan teknologi informasi. Permohonan Lelang dilakukan melalui aplikasi dengan dokumen elektronik, Risalah Lelang dibuat secara elektronik sehingga menjadi produk hukum digital dan tanda tangan pihak Penjual, Pembeli dan Pejabat Lelang dibutuhkan secara elektronik (digital signature),” jelasnya.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Muda BPHN Nunuk Febriana menyampaikan bahwa RUU Perlelangan masuk dalam Daftar Prolegnas Jangka menengah Tahun 2020-2024. “Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN serta komitmen Kementerian/Lembaga, RUU Perlelangan ditargetkan untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2024. Untuk saat ini, prosesnya dalam tahap Panitia Antar Kementerian (PAK),” pungkasnya.
RUU Perlelangan menjadi sebuah harapan untuk mengakomodasi digitalisasi lelang dengan proses bisnis yang sederhana, mudah, transparan, akuntabel, adil, dan berkepastian hukum. Dengan begitu, lelang dapat menjadi instrumen jual beli yang modern, simpel, mudah, objektif, dan aman dengan pelibatan swasta yang cukup besar. (HUMAS BPHN)