BPHN.GO.ID – Jember. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melalui Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum (Pusluhbankum) mengadakan kegiatan paparan dan diskusi di Hotel Grand Valonia Jember pada Sabtu (16/07) silam. Kegiatan ini diinisiasi guna meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat.
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana, Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Kartiko Nurintias, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Djoko Pudjiraharjo, perwakilan OBH/LBH Jember, perwakilan dari perangkat Desa Sumber Sari, I Gde Widhiana Suarda dan Ermanto Fahamsyah dari Universitas Jember serta Penyuluh Hukum BPHN dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, serta Perwakilan dari Kelompok Kadarkum.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Penyuluh Hukum Madya BPHN Hasanudin ini dimulai dengan presentasi paparan “Raperpres tentang Sistem Penyuluh Hukum Nasional dan Management kerja Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum” oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, I Gde Widhiana Suarda. Penyuluhan Hukum merupakan salah satu strategi pemerintah dalam membangun budaya hukum masyarakat agar sesuai dan selaras dengan program pembangunan nasional.
Pedoman pokok pelaksanaan penyuluhan hukum sampai saat ini masih dalam bentuk Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) saja, yaitu Permenkumham No. M.01-PR.08.10 TAHUN 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum dan Permenkumham M.01-PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I. Nomor: M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum.
Kedua Permenkumham tersebut memuat sistem tata laksana penyuluhan hukum meliputi pelaksanaan, metode, kegiatan dan pembinaan. Namun Permenkumham tersebut belum menunjukkan integrasi antara tugas, fungsi dan kewenangan instansi pembina dengan instansi pengguna serta Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya sebagai penyelenggaran penyuluhan hukum. Oleh karena itu Raperpres tentang Sistem Penyuluhan Hukum Nasional menjadi wajib sifatnya guna memperkuat sistem penyuluhan hukum yang sudah ada saat ini.
“Saya mendukung upaya BPHN untuk menyusun Perpres ini menjadi payung hukum yang kuat dan akan menjadi jalan yang terang bagi para Penyuluh Hukum. Selain itu Perpres ini juga dapat mendorong peningkatan kualitas Penyuluh Hukum. Kita harus jaga dan pertahankan kualitas, karena itu akan menjadi pijakan bagi karier teman – teman Penyuluh Hukum,” ujar I Gde Widhiana Suarda.
Paparan yang kedua disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Ermanto Fahamsyah, dengan tema “Surat Edaran Pola Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum dan Sekolah Sadar Hukum serta Peran Paralegal, Penyuluh Hukum dan OBH dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum di Masyarakat”.
Hukum dianggap efektif jika hukum mampu mengondisikan dan mengubah kualitas serta perilaku masyarakat sesuai dengan prasyarat pembangunan. Membangun masyarakat cerdas hukum dilakukan dengan tiga cara, yakni membangun kesadaran hukum, membangun kepatuhan hukum dan yang terakhir membangun budaya hukum. Tingkat kesadaran hukum masyarakat tinggi atau rendah dapat dilihat pada budaya hukumnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat dilakukan dengan dibentuknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Desa/Kelurahan Sadar Hukum adalah desa/kelurahan yang telah dibina atau karena swakarsa dan swadaya, memenuhi kriteria sebagai desa sadar hukum atau kelurahan sadar hukum. Pada Desa/Kelurahan Sadar Hukum dilakukan kegiatan penyuluhan hukum langsung dan tidak langsung guna membangun budaya hukum di masyarakat.
Selain peran serta masyarakat melalui Desa/Kelurahan Sadar Hukum, diperlukan juga sinergi antara seluruh elemen masyarakat. “Ketika berbicara sistem hukum, kita tidak hanya berbicara tentang substansi peraturannya. Tidak berbicara tentang struktur hukum atau aparatur hukum saja. Ada satu sub sistem yang tak kalah penting, yaitu budaya hukum. Menciptakan budaya hukum ini perlu peran serta seluruh elemen masyarakat, antara lain paralegal, penyuluh hukum dan OBH. Apabila seluruh elemen masyarakat ini sudah bersinergi dengan baik, pada akhirnya tujuan welfare state akan tercapai dengan mudah,” ungkap Ermanto Fahamsyah.
Kegiatan kali ini merupakan bagian dari rangkaian acara yang dilaksanakan oleh BPHN di kota Jember mulai tanggal 15-16 Juli 2022. Dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum sehingga budaya hukum dapat terbentuk dalam masyarakat. (HUMAS BPHN)
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana, Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Kartiko Nurintias, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Djoko Pudjiraharjo, perwakilan OBH/LBH Jember, perwakilan dari perangkat Desa Sumber Sari, I Gde Widhiana Suarda dan Ermanto Fahamsyah dari Universitas Jember serta Penyuluh Hukum BPHN dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, serta Perwakilan dari Kelompok Kadarkum.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Penyuluh Hukum Madya BPHN Hasanudin ini dimulai dengan presentasi paparan “Raperpres tentang Sistem Penyuluh Hukum Nasional dan Management kerja Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum” oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, I Gde Widhiana Suarda. Penyuluhan Hukum merupakan salah satu strategi pemerintah dalam membangun budaya hukum masyarakat agar sesuai dan selaras dengan program pembangunan nasional.
Pedoman pokok pelaksanaan penyuluhan hukum sampai saat ini masih dalam bentuk Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) saja, yaitu Permenkumham No. M.01-PR.08.10 TAHUN 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum dan Permenkumham M.01-PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I. Nomor: M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum.
Kedua Permenkumham tersebut memuat sistem tata laksana penyuluhan hukum meliputi pelaksanaan, metode, kegiatan dan pembinaan. Namun Permenkumham tersebut belum menunjukkan integrasi antara tugas, fungsi dan kewenangan instansi pembina dengan instansi pengguna serta Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya sebagai penyelenggaran penyuluhan hukum. Oleh karena itu Raperpres tentang Sistem Penyuluhan Hukum Nasional menjadi wajib sifatnya guna memperkuat sistem penyuluhan hukum yang sudah ada saat ini.
“Saya mendukung upaya BPHN untuk menyusun Perpres ini menjadi payung hukum yang kuat dan akan menjadi jalan yang terang bagi para Penyuluh Hukum. Selain itu Perpres ini juga dapat mendorong peningkatan kualitas Penyuluh Hukum. Kita harus jaga dan pertahankan kualitas, karena itu akan menjadi pijakan bagi karier teman – teman Penyuluh Hukum,” ujar I Gde Widhiana Suarda.
Paparan yang kedua disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Ermanto Fahamsyah, dengan tema “Surat Edaran Pola Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum dan Sekolah Sadar Hukum serta Peran Paralegal, Penyuluh Hukum dan OBH dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum di Masyarakat”.
Hukum dianggap efektif jika hukum mampu mengondisikan dan mengubah kualitas serta perilaku masyarakat sesuai dengan prasyarat pembangunan. Membangun masyarakat cerdas hukum dilakukan dengan tiga cara, yakni membangun kesadaran hukum, membangun kepatuhan hukum dan yang terakhir membangun budaya hukum. Tingkat kesadaran hukum masyarakat tinggi atau rendah dapat dilihat pada budaya hukumnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat dilakukan dengan dibentuknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Desa/Kelurahan Sadar Hukum adalah desa/kelurahan yang telah dibina atau karena swakarsa dan swadaya, memenuhi kriteria sebagai desa sadar hukum atau kelurahan sadar hukum. Pada Desa/Kelurahan Sadar Hukum dilakukan kegiatan penyuluhan hukum langsung dan tidak langsung guna membangun budaya hukum di masyarakat.
Selain peran serta masyarakat melalui Desa/Kelurahan Sadar Hukum, diperlukan juga sinergi antara seluruh elemen masyarakat. “Ketika berbicara sistem hukum, kita tidak hanya berbicara tentang substansi peraturannya. Tidak berbicara tentang struktur hukum atau aparatur hukum saja. Ada satu sub sistem yang tak kalah penting, yaitu budaya hukum. Menciptakan budaya hukum ini perlu peran serta seluruh elemen masyarakat, antara lain paralegal, penyuluh hukum dan OBH. Apabila seluruh elemen masyarakat ini sudah bersinergi dengan baik, pada akhirnya tujuan welfare state akan tercapai dengan mudah,” ungkap Ermanto Fahamsyah.
Kegiatan kali ini merupakan bagian dari rangkaian acara yang dilaksanakan oleh BPHN di kota Jember mulai tanggal 15-16 Juli 2022. Dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum sehingga budaya hukum dapat terbentuk dalam masyarakat. (HUMAS BPHN)