BPHN.GO.ID – Yogyakarta. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy mengungkapkan bahwa salah satu permasalahan penegakan hukum yang dihadapi Indonesia adalah persoalan korupsi. Mengutip analogi dari Romli Atmasasmita, korupsi bagaikan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan.
Layaknya virus yang terus menyerang organ-organ penting hingga sebabkan komplikasi dan kematian, korupsi juga merusak integritas dan moralitas dalam penegakan hukum serta pemerintahan secara keseluruhan. Kasus tindak pidana korupsi (tipikor) juga semakin marak dan menyebabkan turunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia ke angka 34. Skor terendah IPK Indonesia sejak tahun 2015.
“Penurunan tersebut direspons oleh Presiden Joko Widodo dengan memberikan arahan untuk melakukan koreksi dan evaluasi,” ungkap Yunan dalam kegiatan Diskusi Publik Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi dengan tema ‘Efektivitas Kelembagaan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi’, Kamis (15/06/2023), di Yogyakarta.
Yunan menjelaskan beberapa isu krusial terkait penegakan hukum tipikor yang disorot oleh Pokja dari aspek kelembagaan. Permasalahan yang kerap timbul diantaranya yakni masih tumpang tindihnya kewenangan penyidikan tipikor serta pemanfaatan pemeriksaan LHKPN dalam upaya pencegahan tipikor dan tindak pidana pencucian uang.
“Kemudian berdasarkan kajian dari Pokja, permasalahan aspek materi hukum yang ditemui yaitu implikasi ratifikasi UNCAC terhadap pengaturan dalam undang-undang Tipikor, persoalan efektivitas pengaturan mengenai unsur kerugian keuangan negara atau perekonomian negara serta disharmoni pengaturan suap dan gratifikasi,” tambah Yunan.
Terhadap berbagai persoalan tersebut, Koordinator Bidang Polhukamkesra sekaligus Ketua Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Tongam Renikson Silaban menyampaikan beberapa solusi terhadap permasalahan substansi dan kelembagaan. Dari sisi permasalahan substansi (materi hukum) misalnya, Tongam mengusulkan untuk dilakukannya sinkronisasi pengaturan dalam UNCAC dengan UU Tipikor dan melakukan penyeragaman metode penghitungan kerugian keuangan negara.
“Sedangkan terhadap permasalahan kelembagaan dapat dimulai dari penataan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi hingga penguatan pengawasan penegakan hukum tindak pidana korupsi,” pungkas Tongam.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Mudzakkir berpendapat bahwa permasalahan inti dari penegakan hukum tipikor bukan pada pemberantasannya, melainkan apa penyebab seseorang berani melakukan korupsi.
“Jadi strategi pemberantasan korupsi harus fokus kepada sebab-sebab korupsi, bukan hanya kepada hukum pidananya. Permasalahan penting lainnya adalah mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara baik tidak akan melahirkan penyalahgunaan yang menyebabkan tipikor,” kata Mudzakkir.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Agung Rektono Seto menyambut positif kegiatan diskusi publik yang dilakukan di wilayahnya. Pemilihan Yogyakarta yang merupakan Kota Pelajar dan Kota Budaya dianggapnya sangat tepat sebagai tempat berdialog. Berdasarkan sejarah, ide-ide dan gagasan-gagasan penting terbukti muncul dari kota ini.
“Berdasarkan data yang kami himpun, tindak pidana korupsi di Provinsi DIY cukup tinggi. Tercatat sebanyak 42 orang merupakan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu kami berharap agar kegiatan seperti ini dapat memberikan masukan berharga bagi Kelompok Kerja, untuk selanjutnya merumuskan rekomendasi yang tepat terhadap peraturan perundang-undangan di bidang penegakan hukum tipikor,” jelas Agung.
Kegiatan ini turut dihadiri Perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Polri yang merupakan anggota Pokja, serta stakeholder terkait lainnya, terutama para aparat penegak hukum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Ditretkrimsus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Polresta Yogyakarta, BPKP Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, BPK Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Biro Hukum Setda Provinsi dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya dan peserta lainnya. (Humas BPHN)
Layaknya virus yang terus menyerang organ-organ penting hingga sebabkan komplikasi dan kematian, korupsi juga merusak integritas dan moralitas dalam penegakan hukum serta pemerintahan secara keseluruhan. Kasus tindak pidana korupsi (tipikor) juga semakin marak dan menyebabkan turunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia ke angka 34. Skor terendah IPK Indonesia sejak tahun 2015.
“Penurunan tersebut direspons oleh Presiden Joko Widodo dengan memberikan arahan untuk melakukan koreksi dan evaluasi,” ungkap Yunan dalam kegiatan Diskusi Publik Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi dengan tema ‘Efektivitas Kelembagaan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi’, Kamis (15/06/2023), di Yogyakarta.
Yunan menjelaskan beberapa isu krusial terkait penegakan hukum tipikor yang disorot oleh Pokja dari aspek kelembagaan. Permasalahan yang kerap timbul diantaranya yakni masih tumpang tindihnya kewenangan penyidikan tipikor serta pemanfaatan pemeriksaan LHKPN dalam upaya pencegahan tipikor dan tindak pidana pencucian uang.
“Kemudian berdasarkan kajian dari Pokja, permasalahan aspek materi hukum yang ditemui yaitu implikasi ratifikasi UNCAC terhadap pengaturan dalam undang-undang Tipikor, persoalan efektivitas pengaturan mengenai unsur kerugian keuangan negara atau perekonomian negara serta disharmoni pengaturan suap dan gratifikasi,” tambah Yunan.
Terhadap berbagai persoalan tersebut, Koordinator Bidang Polhukamkesra sekaligus Ketua Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Tongam Renikson Silaban menyampaikan beberapa solusi terhadap permasalahan substansi dan kelembagaan. Dari sisi permasalahan substansi (materi hukum) misalnya, Tongam mengusulkan untuk dilakukannya sinkronisasi pengaturan dalam UNCAC dengan UU Tipikor dan melakukan penyeragaman metode penghitungan kerugian keuangan negara.
“Sedangkan terhadap permasalahan kelembagaan dapat dimulai dari penataan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi hingga penguatan pengawasan penegakan hukum tindak pidana korupsi,” pungkas Tongam.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Mudzakkir berpendapat bahwa permasalahan inti dari penegakan hukum tipikor bukan pada pemberantasannya, melainkan apa penyebab seseorang berani melakukan korupsi.
“Jadi strategi pemberantasan korupsi harus fokus kepada sebab-sebab korupsi, bukan hanya kepada hukum pidananya. Permasalahan penting lainnya adalah mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara baik tidak akan melahirkan penyalahgunaan yang menyebabkan tipikor,” kata Mudzakkir.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Agung Rektono Seto menyambut positif kegiatan diskusi publik yang dilakukan di wilayahnya. Pemilihan Yogyakarta yang merupakan Kota Pelajar dan Kota Budaya dianggapnya sangat tepat sebagai tempat berdialog. Berdasarkan sejarah, ide-ide dan gagasan-gagasan penting terbukti muncul dari kota ini.
“Berdasarkan data yang kami himpun, tindak pidana korupsi di Provinsi DIY cukup tinggi. Tercatat sebanyak 42 orang merupakan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu kami berharap agar kegiatan seperti ini dapat memberikan masukan berharga bagi Kelompok Kerja, untuk selanjutnya merumuskan rekomendasi yang tepat terhadap peraturan perundang-undangan di bidang penegakan hukum tipikor,” jelas Agung.
Kegiatan ini turut dihadiri Perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Polri yang merupakan anggota Pokja, serta stakeholder terkait lainnya, terutama para aparat penegak hukum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Ditretkrimsus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Polresta Yogyakarta, BPKP Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, BPK Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Biro Hukum Setda Provinsi dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya dan peserta lainnya. (Humas BPHN)