BPHN.GO.ID – Jakarta. Mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setiap tersangka atau terdakwa memiliki hak-hak hukum yang wajib dilindungi. Perlindungan tersebut begitu penting, karena seseorang belum dapat dikatakan sebagai pihak yang bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijde). Hal tersebut disampaikan oleh Heri Setiawan, seorang Penyuluh Hukum Ahli Madya, ketika jadi narasumber dalam kegiatan Sharing Knowledge Session, Jumat (25/11).
Heri mengatakan, diaturnya hak-hak tersebut dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (human right) seorang tersangka dan terdakwa yang harus berhadapan dengan penegak hukum. “Dengan dipenuhinya hak-haknya, maka dapat dikatakan telah tercipta suatu peradilan yang adil (fair trial), peradilan yang independen (indepence judiciary), dan pemulihan secara efektif (effective remedies) dalam suatu perkara pidana,” ujar Heri ketika memaparkan materi 'Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Perkara Pidana di Indonesia'.
Salah satu hak tersangka atau terdakwa yang perlu diketahui, tambah Heri, yaitu hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang advokat/pengacara. Artinya, tersangka atau terdakwa dapat diberikan penjelasan mengenai hak-hak hukumnya secara independen. Menurut hukum, apabila tersangka atau terdakwa diancam hukuman mati atau pidana penjara di atas lima tahun, maka wajib diberikan bantuan hukum dengan didampingi oleh advokat/pengacara (penasehat hukum).
“Bantuan hukum tersebut merupakan wujud pelaksanaan pasal 56 ayat (1) KUHAP. Apabila dalam proses penyidikan, penuntutan atau pengadilan seorang tersangka/terdakwa tidak didampingi, maka berdasarkan konsep miranda rule, penyidikan dan pengadilan dapat dianggap tidak sah atau batal demi hukum,” ujar Heri menjelaskan.
Kegiatan Sharing Knowledge Session merupakan acara yang diadakan secara berkala oleh Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN guna memperluas wawasan dan peningkatan kapasitas para Penyuluh Hukum. Sharing Knowledge Session kali ini berlangsung secara virtual melalui aplikasi Zoom dan diikuti oleh Penyuluh Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain Heri Hermawan, kegiatan ini turut dihadiri pengacara Philipp Kersting yang memaparkan materi tentang “Hak Tersangka dan Terdakwa di Jerman”. (Humas BPHN)
Heri mengatakan, diaturnya hak-hak tersebut dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (human right) seorang tersangka dan terdakwa yang harus berhadapan dengan penegak hukum. “Dengan dipenuhinya hak-haknya, maka dapat dikatakan telah tercipta suatu peradilan yang adil (fair trial), peradilan yang independen (indepence judiciary), dan pemulihan secara efektif (effective remedies) dalam suatu perkara pidana,” ujar Heri ketika memaparkan materi 'Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Perkara Pidana di Indonesia'.
Salah satu hak tersangka atau terdakwa yang perlu diketahui, tambah Heri, yaitu hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang advokat/pengacara. Artinya, tersangka atau terdakwa dapat diberikan penjelasan mengenai hak-hak hukumnya secara independen. Menurut hukum, apabila tersangka atau terdakwa diancam hukuman mati atau pidana penjara di atas lima tahun, maka wajib diberikan bantuan hukum dengan didampingi oleh advokat/pengacara (penasehat hukum).
“Bantuan hukum tersebut merupakan wujud pelaksanaan pasal 56 ayat (1) KUHAP. Apabila dalam proses penyidikan, penuntutan atau pengadilan seorang tersangka/terdakwa tidak didampingi, maka berdasarkan konsep miranda rule, penyidikan dan pengadilan dapat dianggap tidak sah atau batal demi hukum,” ujar Heri menjelaskan.
Kegiatan Sharing Knowledge Session merupakan acara yang diadakan secara berkala oleh Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN guna memperluas wawasan dan peningkatan kapasitas para Penyuluh Hukum. Sharing Knowledge Session kali ini berlangsung secara virtual melalui aplikasi Zoom dan diikuti oleh Penyuluh Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain Heri Hermawan, kegiatan ini turut dihadiri pengacara Philipp Kersting yang memaparkan materi tentang “Hak Tersangka dan Terdakwa di Jerman”. (Humas BPHN)