BPHN.GO.ID – Jakarta. Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM RI Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi, Iwan Kurniawan menyebut Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM berpeluang besar mendapat anugerah Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) tahun ini. Pendapatnya disampaikan merujuk hasil penilaian Tim Penilai Internal (TPI) Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM terhadap pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/WBBM di BPHN.
“Di atas kertas, BPHN sudah bagus semua,” kata Iwan, dalam acara Penguatan Pembangunan ZI Menuju WBBM di BPHN, Kamis (21/7) di Aula Mudjono lt.4 BPHN, Cililitan – Jakarta Timur. Maksud ‘di atas kertas’, sebagaimana pernyataan Iwan, mengacu pada hasil evaluasi ZI menuju WBBM di BPHN terhadap komponen pengungkit dan komponen hasil dengan hasil, yakni 91,23. Selain itu, masing-masing area perubahan seluruhnya mendapatkan nilai di atas rata-rata bobot minimal, kecuali untuk satu penilaian komponen hasil, yakni berupa capaian kinerja yang hanya mendapat nilai 3,75 atau sama dengan bobot minimal yang dipersyaratkan.
Di samping komponen pengungkit dan komponen hasil, Iwan mengatakan, hasil dari penilaian TPI Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI, seluruh jajaran BPHN yang artinya dari unsur pimpinan hingga pegawai memperlihatkan komitmen yang tinggi dan utuh terhadap substansi enam area perubahan. Poin penilaian ini, lanjut Iwan menjadi modal penting dalam tahapan penilaian akhir oleh desk evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Namun, terhadap penilaian ini, Iwan mengingatkan BPHN harus dapat membuktikan dan mempertanggungjawabkan.
“Praktik-praktik di lapangan yang sederhana itu seperti ketika seorang Satuan Pengamanan (Satpam) yang menerima uang tip, hal seperti itu yang lebih menarik perhatian. Kalau data-data di atas kertas sudah bagus semua. Evaluasi ke depan Kemenpan-RB lebih kearah kualitas, dokumen Lembar Kerja Evaluasi (LKE) itu hanya formalitas tetapi implementasi di lapangan seperti apa, itulah yang dibuktikan,” kata Iwan.
Disampaikan Iwan, saat ini memang fokus penilaian dari Kemenpan-RB masih terbatas pada formalitas dokumen atau data dukung. Namun, ke depan fokusnya mulai ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayananan publik. Hal ini juga sejalan dengan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang fokus menjadikan setiap instansi menjadi pemerintahan kelas dunia. Bahkan, birokrasi di masa mendatang diarahkan menjadi birokrasi yang bersifat dinamis atau dynamic governance perspective dengan tiga ciri khas, yakni adaptive policies, able people, dan agile process.
“Sekecil apapun peran kita dalam organisasi, berpikirlah ke depan atau thinking ahead. Kalau organisasi mau maju syarat pertama adalah visioner. Kedua, thinking again, ajaklah diskusi orang lain, apakah yang organisasi kerjakan nyambung atau tidak. Ketiga, thinking across, kolaborasi dan sinergi. Ngga bisa dikerjakan sendiri, ada bagian pekerjaannya orang lain,” kata Iwan.
Pencitraan Lewat Media SosialInternet mengubah bagaimana cara seseorang menelusuri informasi, termasuk bagaimana cara Tim Penilai Nasional (TPN) Kemenpan-RB melakukan penilian awal, yakni dengan mengunjungi laman resmi institusi atau lewat media sosial (medsos) yang dikelolanya. Masih menurut Iwan, perlu dioptimalkan dengan baik penggunaan kanal medsos tentunya yang berisikan informasi tentang upaya BPHN dalam membangun ZI menuju WBBM tahun ini. “Buat konten medsos yang berisi edukasi. Publikasikan hasil survei agar semakin baik serta video testimoni,” kata Iwan.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris BPHN Audy Murfi MZ sependapat dengan pendapat Iwan soal pentingnya pemanfaatan medsos untuk mempublikasikan informasi penting kepada masyarakat. Ia juga bercerita bahwa, di BPHN hampir semua kanal medsos sudah dioptimalkan untuk penyebaran informasi termasuk website. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa medsos tidak sekadar untuk hiburan dan wadah informasi semata bagi pengguna.
“Medsos membentuk opini masyarakat, bisa sangat mempengaruhi persepsi masyarakat. Bagaimana upaya kita membangun ZI menuju WBBM, bisa kita masukkan medsos,” kata Audy.
“Di atas kertas, BPHN sudah bagus semua,” kata Iwan, dalam acara Penguatan Pembangunan ZI Menuju WBBM di BPHN, Kamis (21/7) di Aula Mudjono lt.4 BPHN, Cililitan – Jakarta Timur. Maksud ‘di atas kertas’, sebagaimana pernyataan Iwan, mengacu pada hasil evaluasi ZI menuju WBBM di BPHN terhadap komponen pengungkit dan komponen hasil dengan hasil, yakni 91,23. Selain itu, masing-masing area perubahan seluruhnya mendapatkan nilai di atas rata-rata bobot minimal, kecuali untuk satu penilaian komponen hasil, yakni berupa capaian kinerja yang hanya mendapat nilai 3,75 atau sama dengan bobot minimal yang dipersyaratkan.
Di samping komponen pengungkit dan komponen hasil, Iwan mengatakan, hasil dari penilaian TPI Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI, seluruh jajaran BPHN yang artinya dari unsur pimpinan hingga pegawai memperlihatkan komitmen yang tinggi dan utuh terhadap substansi enam area perubahan. Poin penilaian ini, lanjut Iwan menjadi modal penting dalam tahapan penilaian akhir oleh desk evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Namun, terhadap penilaian ini, Iwan mengingatkan BPHN harus dapat membuktikan dan mempertanggungjawabkan.
“Praktik-praktik di lapangan yang sederhana itu seperti ketika seorang Satuan Pengamanan (Satpam) yang menerima uang tip, hal seperti itu yang lebih menarik perhatian. Kalau data-data di atas kertas sudah bagus semua. Evaluasi ke depan Kemenpan-RB lebih kearah kualitas, dokumen Lembar Kerja Evaluasi (LKE) itu hanya formalitas tetapi implementasi di lapangan seperti apa, itulah yang dibuktikan,” kata Iwan.
Disampaikan Iwan, saat ini memang fokus penilaian dari Kemenpan-RB masih terbatas pada formalitas dokumen atau data dukung. Namun, ke depan fokusnya mulai ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayananan publik. Hal ini juga sejalan dengan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang fokus menjadikan setiap instansi menjadi pemerintahan kelas dunia. Bahkan, birokrasi di masa mendatang diarahkan menjadi birokrasi yang bersifat dinamis atau dynamic governance perspective dengan tiga ciri khas, yakni adaptive policies, able people, dan agile process.
“Sekecil apapun peran kita dalam organisasi, berpikirlah ke depan atau thinking ahead. Kalau organisasi mau maju syarat pertama adalah visioner. Kedua, thinking again, ajaklah diskusi orang lain, apakah yang organisasi kerjakan nyambung atau tidak. Ketiga, thinking across, kolaborasi dan sinergi. Ngga bisa dikerjakan sendiri, ada bagian pekerjaannya orang lain,” kata Iwan.
Pencitraan Lewat Media SosialInternet mengubah bagaimana cara seseorang menelusuri informasi, termasuk bagaimana cara Tim Penilai Nasional (TPN) Kemenpan-RB melakukan penilian awal, yakni dengan mengunjungi laman resmi institusi atau lewat media sosial (medsos) yang dikelolanya. Masih menurut Iwan, perlu dioptimalkan dengan baik penggunaan kanal medsos tentunya yang berisikan informasi tentang upaya BPHN dalam membangun ZI menuju WBBM tahun ini. “Buat konten medsos yang berisi edukasi. Publikasikan hasil survei agar semakin baik serta video testimoni,” kata Iwan.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris BPHN Audy Murfi MZ sependapat dengan pendapat Iwan soal pentingnya pemanfaatan medsos untuk mempublikasikan informasi penting kepada masyarakat. Ia juga bercerita bahwa, di BPHN hampir semua kanal medsos sudah dioptimalkan untuk penyebaran informasi termasuk website. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa medsos tidak sekadar untuk hiburan dan wadah informasi semata bagi pengguna.
“Medsos membentuk opini masyarakat, bisa sangat mempengaruhi persepsi masyarakat. Bagaimana upaya kita membangun ZI menuju WBBM, bisa kita masukkan medsos,” kata Audy.