Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah akhirnya menyepakati RUU perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penandatanganan pengesahan RUU tersebut berlangsung di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (18/9) dihadiri Ketua Komisi VIII DPR RI, Ida Fauziyah, Ketua Panitia Kerja (Panja) Ledia Amalia Hanifa, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari mewakili pihak pemerintah.“Alhamdulillah akhirnya semua fraksi di DPR dan Pemerintah menyepakati RUU Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,tapi memang ada satu fraksi, Gerinda yang menyetujui dengan catatan,”ungkap Ledia.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi Gerinda, Sumarjati Arjoso menjelaskan ikhwal catatan yang dimaksud. Pertama mengenai tidak dicantumkannya rokok secara implisit dalam revisi UU Perlindungan Anak tersebut. Dimana dalam perubahan UU tersebut menyebutkan bahwa anak juga harus dilindungi dari penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Sementara Sumarjati menganggap pada kenyataannya di masyarakat saat ini tidak sedikit anak yang menjadi korban dari penyalahgunaan rokok. Hal ini juga harus dimasukkan secara implisit dalam UU tersebut. Menjawab hal tersebut, Ledia sebagai Ketua Panja yang sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII ini mengataka,bahwa rokok menjadi salah satu produk yang mengandung zat adiktif dan hal tersebut sudah diakomodir dalam Perubahan UU tersebut, sehingga tidak diperlukan lagi untuk dijelaskan secara implisit dalam UU tersebut.
Sementara catatan fraksi Gerinda mengenai Kastrasi atau pengebirian, Ledia menjelaskan bahwa usulan-usulan tentang Kastrasi itu memang banyak mencuat saat berlangsungnya pembahasan RUU tersebut. Namun Panja belum mampu memformulasikan bagaimana yang lebih tepat memberikan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dalam bentuk kastrasi. Karena menurutnya hal tersebut tidak sekedar Kastrasi atau pengebirian semata, melainkan juga bagian dari rehabilitasi si pelaku yang bukan tidak mungkin sebelumnya pernah juga menjadi korban kejahatan seksual. Meski demikian, Ledia mengakui hal tersebut bisa dijadikan catatan jika kelak ada yang tertarik untuk melakukan penggantian. Itu menjadi satu hal yang harus dipertimbangkan. Walau demikian, Sumarjati menegaskan bahwa fraksinya pada dasarnya setuju dan sepakat atas RUU tentang Perubahan atas UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Baik Sumarjati maupun Ledia berharap agar revisi UU Perlindungan Anak ini dapat menjadi payung hukum yang secara penuh dan menyeluruh melindungi anak Indonesia dari berbagai macam bentuk kejahatan (sumber:http://www.dpr.go.id/id/berita/komisi8/2014/sep/19/8751/seluruh-fraksi-sepakati-ruu-perubahan-uu-perlindungan-anak-)