Sambutan Menkumham

KEYNOTE SPEECH MENTERI HUKUM DAN HAM RI  DALAM RANGKA

RAPAT KOORDINASI ANTAR KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH  NON KEMENTERIAN PEMBAHASAN PROGRAM PENYUSUNAN  PERATURAN PEMERINTAH (PP) DAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) TAHUN 2016

SERTA

SEMINAR TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

BPHN, Selasa, 24 Oktober 2015

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat pagi,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Om Swastiastu,

Namo Buddhaya,

 

Para Pejabat Eselon I dan Eselon II;

Peserta dan

Hadirin yang berbahagia.

 

Pertama-tama, marilah kita  memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan nikmat sehat kepada kita, sehingga kita dapat hadir pada pagi ini untuk mengikuti acara Pembukaan Rapat Koordinasi  Antar Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian Pembahasan Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2016, Serta Seminar Tentang Harmonisasi Kebijakan Jaminan Sosial Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara Dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional  yang diselenggarakan oleh  Badan Pembinaan Hukum Nasional.- Kementerian Hukum dan HAM RI.

Rapat Pembahasan Tahunan ini sangat penting dan strategis untuk  mempersiapkan peraturan yang berkualitas dalam menjalankan undang-undang dan menjadi  lokomotif penyelenggaraan pemerintahan. Dan pada saat yang  bersamaan ini juga, Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR dan DPD sedang mempersiapkan penyusunan  Prolegnas Prioritas tahun 2016. Penyusunan prolegnas tentu tidak berdiri sendiri akan tetapi harus didasarkan pada sasaran politik hukum nasional yang dirumuskan untuk mencapai tujuan negara seperti yang dimuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Para hadirin yang berbahagia,

Produk hukum dan pembangunan merupakan interdipendensi dalam mewujudkan tujuan bernegara. Pembangunan menghendaki adanya peraturan   yang baik. responsif dan akuntabel. Sebaliknya, inkonsistensi peraturan perundang-undangan dan antinomi: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan akan menjadi barriers bagi pembangunan itu sendiri.

Konsepsi ini menjadi pedoman dalam melaksanakan pembangunan jangka menengah (Nawacita) 2015-2019, dimana  penguatan kehadiran negara dalam reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi bermartabat dan terpercaya menjadi salah satu pilar untuk mengatasi keterlambatan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan  menghadapi tantangan persaingan global termasuk memasuki masyarakat ekonomi asean (MEA).

Untuk itu, Kehadiran  peraturan perundang-undangan yang sederhana, tertib dan transparan menjadi  jaminan bagi penguatan stabilitas, iklim  investasi dan daya saing,  yang pada akhirnya akan memberi ruang bagi  masyarakat dan negara dalam menggali serta memanfaatkan potensi dan sumber daya alam bagi kemakmuran rakyat.

 

Para hadirin yang berbahagia,

Upaya rekonseptualisasi dan restrukturisasi  pembentukan perundang-undangan di lingkungan pemerintah harus didukung bersama termasuk dalam pembentukan  Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2016 sebagai amanat Undang No. 12 Tahun 2011 dan  Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  Memperhatikan laporan kepala BPHN bahwa perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan di lingkungan pemerintah  tidak lagi didominasi pada keinginan pemrakarsa (buttom up), tetapi didasarkan kebutuhan nasional (top-down), khususnya dalam rangka menjabarkan RPJMN – Nawacita  2015-2019.  Konsep dasar prolegnas dikuatkan dengan adanya sinergi kelembagaan melalui Tim Pengarah yang terdiri dari 5 (lima) Kementerian: Kementerian  Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Kementerian Sekretaris Negara yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM.

Oleh karena itu,  dalam perencanaan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) Dan Peraturan Presiden (Perpres) tahun 2016, Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (K/L) harus meninggalkan pola pikir yang mengejar kuantitas regulasi tetapi  menekankan pada kualitas. Dan sebagai instrumen perencanaan yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis,  K/L sebagai pemrakarsa dalam mengajukan usulan RPP dan Rperpres  dituntut  lebih serius dan kerja keras mengingat Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Dan Peraturan Presiden (Perpres) ditetapkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan  Keputusan Presiden (Kepres).

Kementerian Hukum dan HAM selaku koordinator Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Dan Peraturan Presiden (Perpres) tidak akan mampu berjalan sendiri tanpa dukungan Kementerian/lembaga Pemerintah Non kementerian (LPNK). Untuk itu, marilah kita tingkatkan komitmen serta kerja sama dan saling pengertian dengan Pasti (Profesional, Akuntabel, Sinergitas, transparan, dan Inovatif ) demi mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan.

Sinergitas kelembagaan menjadi kata kunci untuk meminimalisasi ego atau kepentingan sektoral. Hal ini yang sangat ditekankan oleh Presiden Joko Widodo.  Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai verifikator harus terus memantau pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undangan  yang telah direncanakan dan disepakati oleh seluruh K/L. Sistem Monitoring dan Evaluasi (dikenal dengan sistem F8K) yang sudah ada saat ini terus dikembangkan, ditegakkan dan diberi solusi permasalahan dari hasil monitoring dan evaluasi. Sehingga ke depan diharapkan tidak ada lagi hambatan atau kendala serta ego sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Para hadirin yang berbahagia,

Kebijakan bidang hukum di Indonesia harus mengabdi kepada kepentingan nasional, dan menjadi pilar demokrasi untuk tercapainya kesejahteraan rakyat dan secara sosiologis menjadi sarana untuk tercapainya keadilan dan ketertiban masyarakat. Pembangunan hukum nasional yang demokratis harus mampu meminimalisisasi pemberlakuan dan penerapan norma yang justru menimbulkan ketidakadilan, karena penerapan praktik hukum yang demikian akan menimbulkan persoalan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat  pembangunan hukum nasional  harus diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan dimaksud.

Dalam Konstitusi disebutkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memberikan kesejahteraan sosial kepada rakyat. Terlebih lagi setelah dilakukanya Amandemen atas UUD 1945. Meskipun pada awalnya banyak silang pendapat, namun akhirnya MPR sepakat untuk memasukkan aturan-aturan baru tentang HAM ke dalam Pasal 28 A hingga 28J pada BAB XA. Bab tentang HAM tersebut di antaranya adalah hak untuk hidup sejahtera, termasuk untuk mendapatkan jaminan sosial dan pelayanan kesehatan.

Dalam perkembangan selanjutnya, tanggung jawab negara menjadi semakin besar dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005  tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya (Kovenan Ekosob). Dalam Undang-Undang ini, terlihat jelas bahwa negara mempunyai kewajiban untuk merealisasikan kesejahteraan sosial secara bertahap, yang diawali dari menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill).

Tanggung jawab negara di bidang kesejahteraan sosial semakin ditegaskan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang No.11 Tahun 2009tentang Kesejahteraan Sosial yang sekaligus mencabut Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. Undang-Undangini secara umum mengatur ruang lingkup tugas pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial dalam menentukan garis kebijakan yang diperlukan untuk memelihara, membimbing dan meningkatkan usaha kesejahteraan sosial; memupuk, memelihara, membimbing dan meningkatkan kesadaran serta rasa tanggung jawab sosial masyarakat; dan melakukan pengamanan serta pengawasan pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial.  Sedangkan tujuannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 adalah: meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

 

Para hadirin yang berbahagia

Babak baru penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Undang-Undang bertujuan   memberikan kepastian  perlindungan  dan  kesejahteraan  sosial bagi seluruh rakyat secara lebih baik sebagaimana tujuan sistem jaminan  sosial nasional.

Sebagai pelaksanaan UU SJSN telah ditetapkan antara lain Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun,dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015.

Meski demikian, masih terdapat beberapa permasalahan hukum, diantaranya adalah terkait harmonisasi pengaturannya dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)  yang membedakan pengaturan perlindungan berupa program  jaminan sosial  bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Sinkronisasi dan harmonisasi ini penting dilakukan.   Jika tidak, tujuan undang-undang tidak akan pernah tercapai.  mengingat Undang-Undang ASN mendelegasikan pengaturan ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah agar harmonis sebagai satu sistem hukum jaminan sosial nasional untuk memenuhi hak konstitusional rakyat Indonesia.

 

Para hadirin yang berbahagia,

Kedua acara pada hari ini sangat mendasar, strategis, serta penting, untuk mewujudkan dan menumbuhkembangkan pembangunan hukum yang sehat, berkepastian dan menyejahterakan rakyat melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang terencana, sinkron dan harmonis. Akhirnya dengan ini Rapat Pembahasan Tahunan Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Dan Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2016 Serta Seminar Tentang Harmonisasi Kebijakan Jaminan Sosial Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara Dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional” saya nyatakan dibuka secara resmi. 

 

 

 

 

 

Terima kasih

Wallahul Muwafiq ilaa Aqwamit thoriq

Wassalamu’alaikum warohmatullahi  wabarokatuh,

 

                                                         MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI,

 

                                                                    YASONNA H LAOLY, SH., MS.c. Ph.D

 

                                                

 

 

  Yasonna H. Laoly,