Revisi UU Antiterorisme

JAKARTA, WARTA BPHN

Presiden Joko Widodo memutuskan memilih revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindang Pidana Terorisme dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly,  dalam tanggapannya menjelaskan, fungsi pencegahan akan ditingkatkan dengan diperluasnya kewenangan penindakan. Kemudian Kepolisian diberikan kewenangan melakukan penahanan sementara dalam jangka waktu yang lebih lama untuk memeriksa terduga teroris. Penahanan sementara itu diusulkan berlangsung sekitar dua pekan. Jika terduga teroris tidak terbukti terlibat atau diduga akan melakukan aksi terorisme maka akan dibebaskan, demikian yang disampaikan pada awak media.

Selanjutnya Menkumham menjelaskan usulan mencabut kewarganegaraan bagi WNI yang berperang untuk kepentingan negara lain, atau kepentingan organisasi radikal di luar negeri. Ada usulan jika Warga Negara Indonesia kembali ke Indonesia setelah berperang untuk kepentingan negara lain atau organisasi radikal lebih baik paspornya yang dicabut karena teroris adalah kejahatan global. Begitu juga usulan mengenai penetapan barang bukti untuk menindak terduga teroris, tidak lagi harus seizin ketua pengadilan negeri tapi cukup dengan seizin hakim pengadilan. Cara ini dianggap akan mengoptimalkan dan efektip untuk pencegahan aksi terorisme, tentunya Asas praduga tak bersalah tetap akan kita jaga.Pemerintah berharap revisi UU Antiterorisme ini selesai pada 2016. Peraturan baru yang dimuat dalam revisi UU tersebut tidak berlaku surut, pungkas Yasonna. *tatungoneal