Pusluhbankum lakukan Monev penyelenggaraan Bankum di Jabar

Jakarta-BPHN, Tim dari Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bantuan hukum di wilayah Jawa Barat yang langsung diterima oleh Admin SID Bankum di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat (Kanwil Kemenkumham Jabar), Selasa (23/5).

Admin SID Bankum, Kanwil Kemenkumham menyampaikan beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan bankum antara lain masih kurang tepatnya para penerima bantuan hukum yang dianggap tidak masuk dalam kategori masyarakat tidak mampu. Masyarakat yang mendapat SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) saat dilakukan pengecekan secara langsung ke tempat tinggal ternyata dianggap masyarakat yang cukup mampu. Selain itu beberapa kendala yang lain yaitu ada beberapa Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang tidak aktif baik kegiatan pemberian bantuan hukum litigasi maupun non-litigasi. Beberapa alasan kenapa OBH tidak aktif antara lain karena adanya pergantian pengurus dan tidak adanya pengurus baru serta ada OBH yang tidak mau fokus pada bantuan hukum kepada masyarakat miskin yang menggunakan anggaran dari APBN melalui BPHN.

Selain permasalahan tersebut dari hasil wawancara kepada penerima bantuan hukum di Rutan Klas I Bandung masih ditemukan OBH yang meminta uang dan barang ketika menangani kasus-kasus bantuan hukum. Bahkan beberapa penerima bantuan hukum menganggap beberapa OBH kurang profesional karena dianggap masih meminta uang kepada kliennya, padahal OBH telah mendapat dana dari pemerintah melalui BPHN. Hal ini jelas melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 20, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum

OBH yang mengikuti mekanisme bantuan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 telah mendapatkan anggaran dari APBN yang dibayarkan sesuai dengan kasus yang ditanganinya. Begitupun para penerima bantuan hukum tidak lagi mengharuskan membayar pengacara dari OBH, Bantuan Hukum yang diterima mereka tidak berbayar sama sekali.

Melihat fakta banyaknya permasalahan di lapangan terkait penyelenggaraan bantuan hukum, maka BPHN terus melakukan monitoring dan evaluasi agar anggaran bantuan hukum yang bersumber dari APBN tersebut tepat sasaran. Dari hasil pantauan tim BPHN, memang tidak semua kasus yang ditangani oleh OBH ternyata ada penyimpangan. Penyimpangan yang ada saat ini nantinya akan menjadi catatan bagi Tim Pengawas Pusat terhadap OBH yang memang masih melakukan penyimpangan.

Bagi OBH yang memang terbukti melakukan penyimpangan nantinya akan mempengaruhi Akreditasi OBH tersebut. Sangat memungkinkan nantinya OBH tersebut turun Akreditasinya atau justru kehilangan akreditasinya sehingga tidak dapat mengakses anggaran Bantuan Hukum.(RSH/RA)