PUSLITBANG SHN GELAR KEGIATAN FGD DENGAN TEMA MEKANISME PENGAKUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Jakarta, WARTA BPHN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI dalam rangka kegiatan Pengkajian Hukum Nasional kembali menggelar kegiatan Focus Gruop Discussion (FGD) dengan tema Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.

Kegiatan yang di gelar di Ruang Aula Mudjono, dengan menghadirkan narasumber Ir. Abdon Nababan, Dr. Ricardo Simarmata dan Dr. Drs. Budi Ryantho, SH.,MSi yang diikuti peserta terdiri para pemerhati Masyarakat Adat, Akademisi, LSM, perwakilan dari Kementerian dan Lembaga non Kementerian serta para peneliti yang konsen di bidang peneliti Hukum Adat, Senin (12/10).

Dalam sambutan pembukaan kegiatan tersebut, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan SHN, Pocut Eliza menjelaskan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia secara faktual sudah ada sejak jaman nenek moyang. UUD  Negara RI Tahun 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Selain konstitusi, beberapa Undang-Undang sektoral juga memberikan jaminan hak-hak masyarakat hukum adat. Dan sejak reformasi bergulir tahun 1998 sudah banyak peraturan perundang-­undangan yang lahir untuk mengakui keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas tanah, sumber daya alam dan hak-hak dasar lainnya. Berbagai produk legislasi tersebut menyentuh semua level mulai dari konstitusi sampai peraturan desa, jelas beliau

Selain itu menurut, Kepala Puslibang SHN, Sejumlah inisiatif legislasi telah maupun sedang berproses saat ini merupakan wujud dari “kontrak ulang” antara negara dengan masyarakat hukum adat yang berada dalam konteks sosial, politik yang berbeda dengan masa lalu. Pergeseran paradigma itu tidak lagi memposisikan masyarakat hukum adat sebagai kelompok tradisional yang perlu dimodernkan dengan tolak ukur orang kota, yang ‘mendesak’ perubahan pola sosial ekonomi masyarakat adat ke dalam kategori kesejahteraan menurut penguasa. Hal ini sejalan pula dengan semangat zaman yang melampaui paham linearitas dari tradisional ke modern. Cara pandang bahwa semua masyarakat dapat direkayasa agar berubah dari tradisional ke modern sudah mulai ditinggalkan. Diganti dengan pandangan bahwa masyarakat akan menentukan sendiri perubahannya sebagai sebuah subjek yang memiliki sejarah, peradaban dan kepentingannya masing-masing. Paradigma post-modern yang bertujuan menyediakan keberagaman agar masing-masing subjek dapat berinteraksi dalam ruang sosial yang bersaing. Cara pandang ini didukung dengan politik pengakuan (politics of recognition) yang mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum, sosial dan politik yang harus diterima keberadaan dan hak-haknya. Hal ini sejalan pula dengan prinsip self-determination yang sudah dikenal secara internasional.

Dalam kesempatan tersebut, beliau juga mengupas tentang Istilah pemberdayaan. Menurut pemikirannya istilah pemberdayaan beranjak dari asumsi bahwa masyarakat hukum adat merupakan kelompok yang lemah, lumpuh, tidak tahu apa-apa, tidak tahu mana yang baik untuk kepentingannya sendiri, sehingga perlu dibantu berjalan mengarungi kehidupannya. Padahal, sudah diakui secara global bahwa masyarakat hukum adat memiliki kapasitas daya tahan dan daya lenting yang kuat ketika menghadapi perubahan. Oleh karena itu, istilah pemberdayaan perlu mendapatkan porsi yang pas sehingga tidak malah meremehkan masyarakat hukum adat, tetapi disisi lain juga bukan berarti masyarakat hukum adat tidak perlu menikmati pendampingan untuk bisa menikmati pembangunan. Beberapa aturan hukum yang ada di Indonesia seperti UUPA serta beberapa perundangan lainnya membatasi eksistensi masyarakat adat beserta hukumnya, ujar Pocut Eliza

Selanjutnya beliau mengharapkan pada FGD ini menghasilkan masukan konkrit bagi upaya memberikan arah regulasi mengenai Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dalam sistem hukum nasiona, tutup beliau sekaligus membuka FGD Pengkajian Hukum tentang Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum Adat ini secara resmi. *tatungoneal.