Jakarta,WARTA-bphn
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Noor Muhammad Aziz menyampaikan amanat Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Wicipto Setiadi, bahwa kegiatan penelitian dan pengkajian hukum harus betul-betul membackup secara nyata program BPHN dalam rangka penyusunan perundang-undangan Indonesia, sebab dalam kenyataannya banyak undang-undang baru disahkan lalu diajukan ke Mahkamah Kontitusi. Dalam hal ini patut diduga bahwa proses pembentukkan maupun pembahasannya kurang komprehensif dan kurang tersoroti serta bertentangan dengan UUD 1945.
Untuk itu setiap undang-undang didukung oleh data-data awal yang komprenhensif sehingga dalam pembahasan dengan DPR tidak menjadi sulit karena dibekali bahan baku yang sudah cukup, demikian Kapuslibangsiskumnas, Noor M Aziz katakan kepada para peserta, Selasa 29 Mei di Ruang Rapat Utama BPHN, Jl. Mayjen Sutoyo-Cililitan Jakarta Timur.
Eko Soponyono yang didaulat memimpin pertemuan ini menyampaikan bahwa penelitian dan pengkajian hukum yang sekarang sedang dilaksanakan tentang pengkajian hukum sistem hukum pidana dalam sistem Restorative Justice adalah langkah awal sistem peradilan pidana. Prinsip restorasi justice berupaya menyelesaikan diluar pengadilan didokumentasi dalam sistem hukum acara pidana baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun pemidanaan dan pelaksanaan pidana, demikian disampaikan Eko Soponyoso sebagai pengantar pelaksanaan kegiatan.
Sementara presentasi Andi Hamzah mengatakan tidak ada kaitan sistem pemasyarakatan dengan Restorative Justice, karena Restorative Justice adalah jalur perdata yaitu jalur perdamaian keduabelah pihak, adapun pemasyarakatan itu adalah ujung dari jalur proses pidana. Lebih detail dikatakan bahwa diseluruh dunia awalnya tidak ada perbedaan antara gugatan perdata maupun gugatan pidana semuanya dilakukan oleh pihak korban yang dirugikan. Kemudian tuntutan pidana itu diambil oleh negara diwakili oleh jaksa artinya tidak lagi berada pada pihak korban, artinya bahwa korban bukan lagi pihak penggugat/penuntut pindah ke tangan negara, untuk itu yang bisa dilakukan restorative justice di Indonesia adalah delik aduan.
Adapun hukum pidana semakin lama justru bertambah lunak, Frank Luois memperjuangkan penghapusan penjara singkat, artinya masa tahanan 6 bulan pidana kebawah tidak ada, ini yang masih berlaku di Belanda, artinya penjara hanya dikenakan pada masa tahanan satu lebih, ini dilakukan untuk tingkat perbaikan. Akan tetapi dalam perjalanan hukum pidana, muncul masalah sosial, politik sehingga memperkeras hukum pidana itu.
Pasal 30 butir 5 Konvensi PBB mengenai Korupsi mengatakan “hendaknya setiap negara memperhatikan berat ringannya korupsi itu untuk mempertimbangkan pemberian earlize/pelepasan dini artinya keluar sebelum waktunya, jadi pada prinsipnya pemberian keringanan itu bukan remisi, tandasnya.
Forum Grup Diskusi yang menghadirkan narasumber Prof. Dr. Andi Hamzah, Dr. Angkasa, Dr. Eva E Zulva [UI], Dr. Eko Soponyo, menjadi daya tarik dari berbagai kalangan, hadir, Teguh Samudera, Firman Wijaya, dari advokat Indonesia, para Akademisi, para petugas Lapas serta pegawai dilingkungan BPHN, ruang rapat yang diperkirakan menampung 20 orang, nyatanya pada hari itu ruang rapat utama dipadati oleh peserta. *tatang-HUMAS