Perlunya Pergeseran Paradigma Industri Pertahanan: Dari Kemandirian ke Rantai Pasok Global

BPHN.GO.ID – Jakarta. Industri pertahanan merupakan faktor penting dalam membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan negara. Pembangunan industri tersebut diperlukan untuk mewujudkan kemandirian pertahanan negara, baik dalam memenuhin kebutuhan alat pertahanan maupun menunjang perekonomian nasional. 

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Nur Ichwan, mengungkapkan bahwa pengaturan terkait industri pertahanan telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012. Namun, setelah lebih dari satu dekade, Indonesia masih banyak mengimpor alat pertahanan dan keamanan mutakhir.

“Hal ini menggambarkan bahwa salah satu tujuan undang-undang ini belum tercapai,” kata Nur Ichwan dalam Rapat Analisis dan Evaluasi Pertahanan Negara, yang digelar Kamis (12/09/2024) di kantor BPHN, Jakarta Timur. 

Curie Maharani Savitri, seorang dosen Faculty of Humanities BINUS University memaparkan data bahwa dari 49 kontrak pengadaan alutsista, 63% atau 31 kontrak dipenuhi perusahaan asing. Perusahaan lokal hanya memiliki pangsa 37% atau 18 kontrak, dengan BUMN mendominasi 16 kontrak dan BUMS 2 kontrak.

"Meskipun mayoritas kontrak alutsista masih berasal dari perusahaan asing, namun suplai domestik merupakan yang terbesar," jelas Maharani.

Menurutnya, industri pertahanan Indonesia saat ini belum sehat dan berkelanjutan. Indonesia tidak mungkin mencapai kemandirian penuh. Bahkan negara seperti Amerika Serikat, Cina, atau Rusia pun tidak pernah sepenuhnya mandiri. 

“Dalam praktik pembuatan alutsista, negara-negara tersebut juga mengambil komponen-komponen yang di produksi dari negara-negara lain,” jelasnya. Selain itu kemandirian adalah suatu hal yang mustahil tanpa disertai investasi pertahanan yang tinggi. 

Maharani mengusulkan pergeseran orientasi industri pertahanan Indonesia dari "kemandirian" menjadi bagian dari "rantai pasok global". Namun, ia memperingatkan bahwa orientasi ekspor berisiko menyentuh wilayah konflik, yang tidak sesuai dengan karakter Indonesia sebagai negara netral.

Hasil diskusi dan rekomendasi dari pertemuan ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah dalam merevisi kebijakan dan regulasi terkait industri pertahanan. Dengan pendekatan yang lebih adaptif dan berorientasi global, Indonesia berpeluang membangun industri pertahanan yang lebih kompetitif dan berkelanjutan, sambil tetap menjaga prinsip-prinsip kebijakan luar negeri dan keamanan nasional.