BPHN.GO.ID – Bekasi. Peran Pejabat Fungsional Analis Hukum saat ini terus diperkuat, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sesuai Pasal 98 ayat (1a) UU Nomor 13 Tahun 2022, Analis Hukum dapat dilibatkan dalam setiap proses pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai instansi pembina Jabatan Fungsional Analis Hukum juga mendapatkan delegasi dari UU No. 13 Tahun 2022 tersebut untuk mengatur lebih lanjut mengenai Pemantauan dan Peninjauan ke dalam sebuah Peraturan Presiden. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy ketika memberikan kata sambutan dalam kegiatan Konsinyering Penyusunan Konsepsi Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemantauan dan Peninjauan/Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan (PUU).
“Selain memberikan tugas untuk melakukan analisis dan evaluasi PUU, UU Nomor 13 Tahun 2022 juga memberikan delegasi untuk mengatur lebih lanjut mengenai Pemantauan dan Peninjauan ke dalam sebuah Peraturan Presiden. Konsepsi Rancangan Peraturan Presiden ini diharapkan dapat mengelaborasi pengaturan mengenai Pemantauan dan Peninjauan serta Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan,” ujar Yunan dalam kegiatan yang berlangsung di Aston Imperial Bekasi Hotel & Conference Center pada Kamis (29/09) ini.
Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvana Djaman yang hadir sebagai narasumber berpendapat bahwa dalam melakukan Pemantauan dan Peninjauan, perlu kiranya melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. “Memang terdapat perbedaan nomenklatur antara Pemantauan dan Peninjauan dengan Analisis dan Evaluasi PUU, tetapi esensinya sama yakni menghasilkan suatu produk regulasi yang berkualitas. Pemantauan dan Peninjauan perlu mengikutsertakan K/L terkait karena dalam praktiknya K/L tersebut yang akan melakukan Pemantauan dan Peninjauan dan hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih bersifat komprehensif,” ujar Lydia Silvana Djaman.
Sedangkan Pakar Ilmu Perundang-undangan serta dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif menuturkan bahwa pola kegiatan monitoring dan evaluasi selalu berkembang. Hal yang terpenting adalah diperlukannya suatu metode serta indikator yang akan digunakan.
“Istilah pemantauan, peninjauan, dan evaluasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya pun diamanahkan kepada berbagai lembaga, khususnya BPHN Kemenkumham. Pemantauan dan Peninjauan mempunyai tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut,” pungkas Fitriani Ahlan Sjarif.
Fitriani Ahlan Sjarif menjelaskan lebih lanjut mengenai tiga tahapan tersebut. “Dalam tahap perencanaan, perlu dilakukan aktivitas seperti identifikasi, menentukan prioritas, serta keberlakuan UU. Tahap pelaksanaan, setidaknya melihat bagaimana dampak pelaksanaan UU, Peraturan Pelaksana yang telah atau dibuat, serta apakah ada disharmoni pada UU tersebut. Sedangkan dalam tahapan tindak lanjut, akan diberikan rekomendasi apakah UU tersebut perlu dipertahankan, direvisi atau dicabut,” tambah Fitriani.
Kegiatan Konsinyering ini berlangsung selama tiga hari, yakni dari tanggal 29 September s.d. 01 Oktober 2022. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan pegawai dari Direktorat Hukum dan Regulasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Sekretariat Negara, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, serta Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Kemenkumham. (HUMAS BPHN)
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai instansi pembina Jabatan Fungsional Analis Hukum juga mendapatkan delegasi dari UU No. 13 Tahun 2022 tersebut untuk mengatur lebih lanjut mengenai Pemantauan dan Peninjauan ke dalam sebuah Peraturan Presiden. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy ketika memberikan kata sambutan dalam kegiatan Konsinyering Penyusunan Konsepsi Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemantauan dan Peninjauan/Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan (PUU).
“Selain memberikan tugas untuk melakukan analisis dan evaluasi PUU, UU Nomor 13 Tahun 2022 juga memberikan delegasi untuk mengatur lebih lanjut mengenai Pemantauan dan Peninjauan ke dalam sebuah Peraturan Presiden. Konsepsi Rancangan Peraturan Presiden ini diharapkan dapat mengelaborasi pengaturan mengenai Pemantauan dan Peninjauan serta Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan,” ujar Yunan dalam kegiatan yang berlangsung di Aston Imperial Bekasi Hotel & Conference Center pada Kamis (29/09) ini.
Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvana Djaman yang hadir sebagai narasumber berpendapat bahwa dalam melakukan Pemantauan dan Peninjauan, perlu kiranya melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. “Memang terdapat perbedaan nomenklatur antara Pemantauan dan Peninjauan dengan Analisis dan Evaluasi PUU, tetapi esensinya sama yakni menghasilkan suatu produk regulasi yang berkualitas. Pemantauan dan Peninjauan perlu mengikutsertakan K/L terkait karena dalam praktiknya K/L tersebut yang akan melakukan Pemantauan dan Peninjauan dan hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih bersifat komprehensif,” ujar Lydia Silvana Djaman.
Sedangkan Pakar Ilmu Perundang-undangan serta dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif menuturkan bahwa pola kegiatan monitoring dan evaluasi selalu berkembang. Hal yang terpenting adalah diperlukannya suatu metode serta indikator yang akan digunakan.
“Istilah pemantauan, peninjauan, dan evaluasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya pun diamanahkan kepada berbagai lembaga, khususnya BPHN Kemenkumham. Pemantauan dan Peninjauan mempunyai tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut,” pungkas Fitriani Ahlan Sjarif.
Fitriani Ahlan Sjarif menjelaskan lebih lanjut mengenai tiga tahapan tersebut. “Dalam tahap perencanaan, perlu dilakukan aktivitas seperti identifikasi, menentukan prioritas, serta keberlakuan UU. Tahap pelaksanaan, setidaknya melihat bagaimana dampak pelaksanaan UU, Peraturan Pelaksana yang telah atau dibuat, serta apakah ada disharmoni pada UU tersebut. Sedangkan dalam tahapan tindak lanjut, akan diberikan rekomendasi apakah UU tersebut perlu dipertahankan, direvisi atau dicabut,” tambah Fitriani.
Kegiatan Konsinyering ini berlangsung selama tiga hari, yakni dari tanggal 29 September s.d. 01 Oktober 2022. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan pegawai dari Direktorat Hukum dan Regulasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Sekretariat Negara, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, serta Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Kemenkumham. (HUMAS BPHN)