BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menerima audiensi dari Kanwil Kemenkumham Jawa Barat beserta Organisasi Bantuan Hukum (OBH) Se-Jawa Barat pada Selasa (14/11/2023), bertempat di Aula Moedjono Lantai IV BPHN. Audiensi kali ini menjadi forum penting, khususnya bagi perwakilan dari OBH di Provinsi Jawa Barat, untuk berdialog langsung terkait dengan perbaikan dan penguatan layanan bantuan hukum.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN, Sofyan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa berdasarkan pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013, daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD. Penyelenggaraannya diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah (perda).
“Peraturan daerah yang dibentuk harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum). Peraturan pelaksanaannya disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM,” jelas Sofyan.
Meski demikian, lanjut Sofyan, kondisi saat ini menunjukkan bahwa baru 21 provinsi saja yang telah memiliki perda terkait bantuan hukum. Artinya, baru sekitar 62% dari total 34 provinsi yang ada di Indonesia yang memiliki perda bantuan hukum, sedangkan 38% lainnya masih belum ada.
“Di Provinsi Jawa Barat, kami mencatat sebanyak 18 kabupaten/kota yang telah memiliki perda bankum dan 9 kabupaten/kota lainnya masih belum ada. Dari sejumlah 18 kabupaten/kota yang sudah memiliki perda bankum, hanya 10 kabupaten/kota saja yang telah memiliki peraturan kepala daerah bantuan hukum (peraturan pelaksana dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan walikota),” ungkap Sofyan.
Perda bantuan hukum beserta peraturan pelaksanaannya ini begitu krusial dalam penyaluran bantuan hukum ke masyarakat. Tanpa adanya andil dari pemerintah daerah, penyaluran menjadi tidak maksimal. Parahnya lagi, dapat terjadi pelanggaran terkait bantuan hukum, seperti 85 kades di Sukabumi yang tersandung kasus hukum atas polemik pengelolaan dana bankum.
Sofyan juga menekankan pembangunan budaya hukum sebagai salah satu prioritas BPHN. Budaya hukum yang baik akan membuat masyarakat taat pada aturan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terlepas ketika diawasi oleh aparat penegak hukum atau tidak.
“Kita perlu mengedukasi dan membiasakan perilaku hukum yang baik sejak dini. Kepatuhan hukum tak hanya menjadi kewajiban, namun menjadi budaya yang melekat pada masyarakat,” tambahnya.
Oleh karena itu, bantuan hukum nonlitigasi menjadi salah satu elemen penting untuk mewujudkan masyarakat cerdas hukum dan berkeadilan. Salah satu langkah yang telah dilakukan BPHN yaitu dengan melakukan pembinaan kelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) untuk menjadi desa binaan, dan pada akhirnya dikukuhkan menjadi desa/kelurahan sadar hukum.
“Ke depannya kami juga akan menambahkan beberapa variabel persyaratan bagi desa yang ingin dikukuhkan menjadi desa/kelurahan sadar hukum, yaitu kewajiban adanya paralegal dan OBH di wilayah tersebut,” tegas Sofyan.
Sambutan yang hangat dari BPHN mendapatkan apresiasi dari Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Andi Taletting Langi. Ia berharap agar teman-teman dari OBH mendapatkan pencerahan dan informasi penting, sehingga menunjang kinerja mereka dalam penyaluran bantuan hukum ke masyarakat.
“Kami sangat mengapresiasi pertemuan yang dilakukan dengan pihak BPHN pada hari ini. Kami juga berharap agar ke depannya ada apresiasi kepada teman-teman OBH, misalnya dalam bentuk OBH Awards. Ini merupakan bentuk penghargaan kepada OBH yang memiliki kinerja luar biasa, baik dalam hal penyerapan maupun fasilitasi bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi,” kata Andi.
Dalam kesempatan tersebut, Andi juga mendorong kepada rekan-rekan OBH untuk menyemarakkan Paralegal Justice Award 2024 yang pendaftarannya sudah dibuka mulai bulan November 2023 ini.
“Pendaftaran Paralegal Justice Award 2024 akan dibuka sampai dengan akhir tahun ini. Semoga banyak perwakilan dari Jawa Barat yang berpartisipasi dan meraih prestasi dalam kegiatan tersebut. Sesuai dengan tagline Jawa Barat, yakni Jabar Juara Lahir Batin,” tutup Andi. (HUMAS BPHN)