BPHN.GO.ID – Jakarta. Sebagai negara yang terkenal multikultural, Indonesia kaya akan berbagai kebiasaan, budaya dan adat istiadat. Hal ini secara tidak langsung membuat Indonesia menjadi negara yang mengakui keberadaan hukum hukum adat sebagai hukum yg hidup (living low). Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) saat ini tengah melakukan upaya dalam pendokumentasian sekaligus pembaharuan terhadap perkembangan literasi hukum adat.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Widodo Ekatjahjana yang diwakili oleh Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN) BPHN, Jonny P. Simamora menekankan urgensi pelestarian hukum adat sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat adat. Selain itu, Jonny juga menyampaikan bahwa terdokumentasinya hukum adat dengan baik dapat dijadikan referensi dalam proses pembangunan hukum nasional, hal ini disampaikannya dalam kegiatan FGD Berbagi Pemahaman Dokumentasi Hukum Adat, Selasa (29/10/2024).
Lebih lanjut, Jonny menyebut bahwa BPHN sebagai pembina JDIH berusaha untuk terus memperkaya khazanah dokumen hukum tanpa terkecuali termasuk hukum adat. “Dengan pendokumentasian hukum adat ini, BPHN tidak hanya mendukung pelestarian nilai-nilai lokal, tetapi juga memperluas akses informasi hukum bagi masyarakat dan memperkuat relevansi JDIH sebagai pusat dokumentasi hukum nasional yang terpadu dan komprehensif,” ungkap Jonny dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Mudjono BPHN, Jakarta.
Dalam melakukan pendokumentasian hukum adat, Jonny menjelaskan bahwa BPHN telah membentuk Tim Kompilasi Dokumen Hukum Adat Tahun 2024 dengan lokus hukum adat pada Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Kalimantan Tengah. “BPHN sudah memulai langkah pendokumentasian pada beberapa lokus hukum adat yang berfokus terhadap pembahasan tanah, perkawinan dan perceraian, serta hak waris,” jelas Jonny.
Menutup sambutannya, Jonny berharap kegiatan ini menjadi sarana berbagi pengetahuan terkait hal-hal pokok dalam pelaksanaan dokumentasi hukum adat, mengingat keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. “Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi terhadap metode pendokumentasian hukum adat yang tepat, mengingat banyaknya pengampu hukum adat di Indonesia,” ujar Jonny.
Kemudian, Head of the Van Vallenhoven Institute for Law, Governance and Society, Leiden Law School of Netherlands, Adrian Bedner memaparkan jika Pendokumentasian hukum adat saat ini perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dibandingkan masa kolonial yang cenderung berfokus pada aspek antropologis semata. “Saat ini, pendokumentasian hukum adat dapat dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan komunikasi aktif bersama para pemangku kepentingan terkait, termasuk tokoh adat, masyarakat setempat, akademisi, dan pemerintah daerah,” terang Adrian.
Selanjutnya, Peneliti Ahli Madya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ismail Rumadan menyebut hukum adat berperan penting dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam proses hukum dan pengambilan keputusan. “Melakukan dialog dan kolaborasi antara pemangku kepentingan adalah kunci dalam memperkuat peran hukum adat dalam hal ini pelaksanaan dokumentasi hukum adat, melalui dialog yang inklusif masyarakat adat akan mendapat ruang memberikan pendapatnya sebagai keterlibatan mereka dalam proses dokumentasi hukum adat,” jelas Ismail.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Sekretaris BPHN I Gusti Putu Milawati, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Nur Ichwan, Plt. Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN Sofyan, Pejabat Fungsional Ahli Utama, Anggota JDIH, Perwakilan Organisasi Bantuan Hukum, serta Perwakilan Unit Utama Kementerian Hukum dan HAM.