BPHN.GO.ID – Jakarta. Pemerintah terus berupaya dalam pelaksanaan pembinaan hukum nasional menuju arah yang lebih baik salah satunya melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Pembinaan Hukum Nasioal (RUU PHN). Saat ini penyusunan RUU PHN memasuki tahap dalam menggali aspirasi publik melalui partisipasi publik yang bermakna. Oleh karena itu, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar kegiatan Focus Group Discussion Urgensi Pembinaan Hukum Nasional, Rabu (29/11/2023).
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Widodo Ekatjahjana yang diwakili oleh Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Arfan Faiz Muhlizi menyampaikan bahwa, penyusunan RUU PHN ini dalam pembentukannya perlu melibatkan partisipasi masyarakat. “Kami masih membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada publik untuk masukkannya terhadap penyusunan RUU PHN, sehingga nantinya lahir sistem pembinaan hukum yang lebih kuat dan efektif,” jelas Arfan pada kegiatan yang berlangsung di Aula Mudjono, BPHN.
Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat memperkaya substansi penyusunan RUU PHN yang bertujuan untuk memberikan pembaharuan untuk menciptakan sistem hukum yang adil, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. “Penyusunan RUU PHN diharapkan mampu melahirkan sistem pembinaan hukum yang efektif, terintegrasi, dan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 – 2045,” ujar Arfan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Oce Madril memaparkan bahwa tantangan dalam pembinaan hukum nasional saat ini adalah terjadinya regulasi yang berlebih (hyper regulation). “RUU PHN dalam rencana pembangunan jangka panjang harus mampu mengatasi adanya regulasi berlebih (hyper),” kata Oce.
Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Universitas Soetomo Surabaya, Siti Marwiyah menekankan pentingnya melahirkan produk hukum yang mengacu pada nilai-nilai budaya di Indonesia. “Fenomena atas peraturan dengan keadaan di masyarakat masih berbenturan perlu menjadi perhatian dalam penyusunan RUU PHN, sehingga RUU PHN ini juga harus diiringi dengan cara pandang budaya di masyarakat Indonesia,” jelas Siti.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dominikus Rato menyampaikan dari segi hukum adat bahwa saat ini pembinaan hukum nasional hanya berfokus pada hukum negara saja belum menyentuh tatanan hukum adat. “Perlu adanya pembinaan hukum pada aspek hukum adat yang bersifat dinamis mengikuti perubahan zaman sehingga terbentuk mentalitas dan moralitas yang baik dalam kehidupan bermasyarakat,” ucap Dominikus.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mejelaskan dalam paparannya bahwa RUU PHN harus mampu menjabarkan proses pembinaan dan pelaksanaan hukum. “Perlu dijelaskan secara gamblang terkait strategi ataupun metode dalam proses pembinaan dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum,” ujar Jimmy.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto berpendapat bahwa Arah dari RUU PHN ini nantinya mampu mendorong kepatuhan hukum, menjamin kepastian hukum, perlindungan hak masyarakat, memberi manfaat kepada masyarakat secara luas, memberdayakan masyarakat, serta melayani masyarakat. “RUU PHN ke depan harus mampu menciptakan kepatuhan dan kesadaran hukum yang lebih konkrit di lingkungan masyarakat,” jelas Agus.
Arfan ketika menutup kegiatan ini menegaskan bahwa kegiatan FGD ini diharapkan dapat menghasilkan perkembangan positif dalam penyusunan RUU PHN. “RUU PHN ini merupakan kebutuhan bersama untuk menata hukum nasional secara lebih baik lagi, dan terbentuk sistem pembinaan hukum terintegrasi,” tutup Arfan.
Turut hadir dalam kegiatan ini Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy, dan Analis Hukum Ahli Utama Bambang Iriana Djajaatmadja. (HUMAS BPHN)