Perjalanan Panjang RUU JPH Berakhir di Paripurna

Akhirnya, setelah melalui perjalanan yang sangat lama, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, yang salah satunya adalah Pembicaraan Tingkat II RUU JPH. “Apakah RUU ini dapat disetujui dan disahkan untuk menjadi Undang-undang?” tanya Priyo pada Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, Kamis (25/9). Jawaban “setuju” pun serentak diucapkan oleh seluruh anggota dewan yang hadir, dibarengi ketokan palu oleh Priyo.

Dalam laporannya, Wakil Ketua Komisi VIII Ledia  Hanifa Amalia menyatakan, pihaknya mengusulkan penambahan waktu hingga lima kali masa sidang untuk membahas RUU ini. Lamanya pembahasan dikarenakan sikap kehati-hatian DPR dan perbedaan persepsi antara DPR dengan Pemerintah. “Pembahasan RUU JPH hingga lima kali masa sidang didasari atas sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan terhadap beberapa substansi di dalam RUU yang memerlukan pendalaman serta penyamaan persepsi antara DPR dengan pemerintah. Namun akhirnya perbedaan tersebut dapat diselesaikan,” jelas Ledia. Politisi F-PKS ini menjelaskan, pada 19 September 2014 lalu Komisi VIII telah melaksanakan rapat kerja dengan pemerintah, dengan agenda utama mendengarkan laporan hasil Panitia Kerja atas pembahasan RUU JPH. Raker juga mengagendakan penyampaian pendapat akhir mini fraksi-fraksi DPR dan  sambutan pemerintah. “Dalam rapat kerja tersebut, seluruh fraksi DPR menyetujui RUU tentang Jaminan Produk Halal untuk diajukan dalam Pembicaraan Tingkat II pada Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU,” imbuh Ledia.

Ledia menjelaskan, RUU JPH ini merupakan langkah-langkah penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam hukum positif, dimana negara memiliki peran dan harus hadir memberikan pelayanan, perlindungan, dan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesia. “Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, maka hakekat perlindungan dan jaminan akan kita rasakan ketika mengonsumsi produk,” imbuh Ledia. Selain itu, tambah Ledia, RUU ini juga memberikan adanya kepastian hukum dan jaminan halal bagi konsumen, khususnya masyarakat Islam sebagai konsumen terbesar di Indonesia. Sehingga, perlu adanya tindakan preventif terhadap setiap produk berlabel halal, namun ketika diperiksa ternyata tidak halal. “RUU ini sebagai landasan pengawasan terhadap produksi dan peredaran produk di pasar domestik yang semakin sulit dikontrol akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa genetik, bioteknologi, dan proses kimia biologis. Selain itu, RUU ini juga memberikan landasan hukum tentang sistem informasi produk halal sebagai pedoman pelaku usaha dan masyarakat,” jelas Politisi asal Dapil Jawa Barat ini.

Diharapkan, dengan adanya RUU ini, dapat memberikan rasa nyaman, keamanan dan keselamatan kepada masyarakat dalam mengonsumsi atau menggunakan produk halal, meningkatkan kemampuan pelaku usaha untuk menjamin kehalalan produknya, serta meningkatkan keterbukaan serta akses untuk mendapatkan informasi terhadap produk halal. Di akhir laporan, Ledia menjelaskan bahwa RUU ini terdiri dari 11 bab dan 68 pasal. Sedangkan, dalam rangka implementasinya, UU JPH ini mengamanatkan pembentukan delapan Peraturan Pemerintah dan dua Peraturan Menteri.

(Sumber:http://www.dpr.go.id/id/berita/paripurna/2014/sep/25/8798/perjalanan-panjang-ruu-jph-berakhir-di-paripurna-)