Jakarta, WARTA-BPHN
Indonesia belum menggunakan permohonan paten melalui e-filling sebagai hal lazim diterapkan oleh negara-negara lain. Demikian salah satu bahasan yang dilakukan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Enny Nurbaningsih dalam kegiatan Penyelarasan Naskah Akademik RUU tentang Paten yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Rabu (19/3).
Selain itu beliau juga mengangkat beberapa permasalahan yang acap terjadi dalam hal paten seperti permohonan paten yang diajukan oleh investor lokal dengan kemamuan masih terbatas.
Selanjutnya beliau menyampaikan bagaimana permohonan paten dari dalam negeri yang berasal dari lembaga peneliti nirlaba, investor individu yang cukup bnyak perlu dipertimbangkan agar biaya pemeliharaan paen untuk paten sederhana dilakuka perubahan termasuk pemberlakuan sisten grace perio selama enam bulan terkait pembayaran biaya tahunan serta tunggakan biasa pemeliharaan yang diperlukan seperti piutang negara yang wajib ditagih.
Untuk itu maka pengaturan pelaksanaan paten oleh pemerintah yang sangat diperlukan oleh masyarakat, bangsa atau negara perlu diperbaiki alakagi pelaksanaan paten oleh pemerintah dikaitkan dengan pertahanan dan keamanan negara termasuk hal-hal yang sifatnya mendesak.
Menurut beliau juga bahwa sumber daya manusia tenaga-tenaga pemeriksa masih terbatas atau belum tersedianya sistem pendaftaran paten yang lebih cepat dan praktis.
Dalam pertemuan ini marilah kita sama-sama untuk melangkapi apa yang sudah dikerjakan untuk kearah lebih baik, dimohonan dari para pihak, baik, Dirjen PP, Kejaksanaan, Perdagangan serta para undangan selebih lagi dari Dirjen Hak kekayaan Intelekrual untuk memberikan masukan, ajak kepala BPHN.