BPHN.GO.ID – Bali. Mekanisme pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mesti diperjelas. Rumusan norma yang bersifat umum di tingkat Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) menimbulkan beda penafsiran di kalangan Pemerintah Daerah (Pemda) saat merancang Peraturan Daerah (Perda) terkait Bantuan Hukum.
Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Audy Murfi MZ mengatakan sebagian besar Pemda telah melahirkan Perda terkait Bantuan Hukum sebagai dasar hukum penyelenggaraan program bantuan hukum gratis bagi masyarakat atau kelompok masyarakat miskin yang anggarannya bersumber dari APBD. Selaku penyelenggara bantuan hukum, Pemda berkewajiban memastikan kualitas pelaksanaan dan penyelenggaraan program bantuan hukum sesuai standar layanan bantuan hukum.
“Beberapa Pemda turut mendukung penyelenggaraan bantuan hukum di daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota melalui APBD,” kata Audy, saat membuka Rapat Koordinasi Teknis Bantuan Hukum Tahun 2022, Rabu (7/9) bertempat di The Kuta Beach Heritage Hotel –Bali.
Awal tahun lalu, Menteri Hukum dan HAM RI menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum. Latar belakang diterbitkannya regulasi tersebut, kata Audy, dalam rangka mendorong pemberian bantuan hukum yang lebih berkualitas sekaligus menjadi pedoman bagi Pemberi Bantuan Hukum (PBH), yakni Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, baik bersumber dari APBN maupun APBD.
Seluruh Pemda diharapkan mempedomani Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021. Oleh karenanya, regulasi tersebut mengatur sanksi administratif bagi PBH yang melanggar standar layanan bantuan hukum berupa sanksi ringan hingga berat, yakni pencabutan status akreditasi atau penurunan status akreditasi dan/atau pemberhentian keanggotaan pelaksana bantuan hukum. Pertanyaanya, bagaimana mekanisme pengawasan penyelenggaraan program bantuan hukum khususnya yang bersumber dari APBD sebagaimana diatur oleh regulasi existing?
Berdasarkan hasil pemantauan dari forum diskusi, muncul pandangan mengenai diperlukannya penguatan pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum gratis oleh Pemda. Sebab, menurut salah satu peserta diskusi, regulasi yang existing memberi ruang penafsiran yang luas terkait bagaimana pengawasan bantuan hukum yang bersumber dari APBD. Kondisi tersebut, dalam praktiknya dikhawatirkan menyulitkan supervisi antara Pemda dengan penyelenggara bantuan hukum di tingkat pusat dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM RI.
“Pasal 19 ayat (2) PP Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, perlu diperjelas lagi soal mekanismenya,” kata Kepala Subbidang Penyuluhan, Bantuan Hukum dan JDIH Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat, Zaki Fauzi Ridwan, dari forum diskusi.
Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Hukum Ahli Muda pada BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Indah Rahayu menyebutkan, pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum oleh Pemda dilaksanakan melalui mekanisme Panitia Pengawas Daerah atau Panwasda. Panwasda dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM yang anggotanya terdiri dari beragam unsur, yakni Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dan Biro Hukum Pemda Provinsi. Aturan yang lebih teknis, disebutkan dalam Petunjuk Pelaksanaan tentang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Hukum Nomor: PHN-HN.03.03-36 yang telah ditandatangani pada tahun 2016 lalu.
Hasil penelusuran Humas BPHN, atas beberapa sampel Perda terkait Bankum, ditemukan ada Perda yang tidak mengatur mekanisme pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum hingga ke Menteri Hukum dan HAM RI, salah satunya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Perda Kabupaten Kebumen Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
Namun, penelusuran Humas BPHN menemukan Perda yang terbilang komprehensif, salah satunya Perda Bengkulu Tengah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin. Dalam Perda tersebut, peran Panwasda dinyatakan secara tegas serta pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum dilaporkan kepada dua menteri terkait, yakni Menteri Hukum dan HAM RI dan Menteri Dalam Negeri. (HUMAS BPHN
Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Audy Murfi MZ mengatakan sebagian besar Pemda telah melahirkan Perda terkait Bantuan Hukum sebagai dasar hukum penyelenggaraan program bantuan hukum gratis bagi masyarakat atau kelompok masyarakat miskin yang anggarannya bersumber dari APBD. Selaku penyelenggara bantuan hukum, Pemda berkewajiban memastikan kualitas pelaksanaan dan penyelenggaraan program bantuan hukum sesuai standar layanan bantuan hukum.
“Beberapa Pemda turut mendukung penyelenggaraan bantuan hukum di daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota melalui APBD,” kata Audy, saat membuka Rapat Koordinasi Teknis Bantuan Hukum Tahun 2022, Rabu (7/9) bertempat di The Kuta Beach Heritage Hotel –Bali.
Awal tahun lalu, Menteri Hukum dan HAM RI menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum. Latar belakang diterbitkannya regulasi tersebut, kata Audy, dalam rangka mendorong pemberian bantuan hukum yang lebih berkualitas sekaligus menjadi pedoman bagi Pemberi Bantuan Hukum (PBH), yakni Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, baik bersumber dari APBN maupun APBD.
Seluruh Pemda diharapkan mempedomani Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021. Oleh karenanya, regulasi tersebut mengatur sanksi administratif bagi PBH yang melanggar standar layanan bantuan hukum berupa sanksi ringan hingga berat, yakni pencabutan status akreditasi atau penurunan status akreditasi dan/atau pemberhentian keanggotaan pelaksana bantuan hukum. Pertanyaanya, bagaimana mekanisme pengawasan penyelenggaraan program bantuan hukum khususnya yang bersumber dari APBD sebagaimana diatur oleh regulasi existing?
Berdasarkan hasil pemantauan dari forum diskusi, muncul pandangan mengenai diperlukannya penguatan pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum gratis oleh Pemda. Sebab, menurut salah satu peserta diskusi, regulasi yang existing memberi ruang penafsiran yang luas terkait bagaimana pengawasan bantuan hukum yang bersumber dari APBD. Kondisi tersebut, dalam praktiknya dikhawatirkan menyulitkan supervisi antara Pemda dengan penyelenggara bantuan hukum di tingkat pusat dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM RI.
“Pasal 19 ayat (2) PP Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, perlu diperjelas lagi soal mekanismenya,” kata Kepala Subbidang Penyuluhan, Bantuan Hukum dan JDIH Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat, Zaki Fauzi Ridwan, dari forum diskusi.
Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Hukum Ahli Muda pada BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Indah Rahayu menyebutkan, pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum oleh Pemda dilaksanakan melalui mekanisme Panitia Pengawas Daerah atau Panwasda. Panwasda dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM yang anggotanya terdiri dari beragam unsur, yakni Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dan Biro Hukum Pemda Provinsi. Aturan yang lebih teknis, disebutkan dalam Petunjuk Pelaksanaan tentang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Hukum Nomor: PHN-HN.03.03-36 yang telah ditandatangani pada tahun 2016 lalu.
Hasil penelusuran Humas BPHN, atas beberapa sampel Perda terkait Bankum, ditemukan ada Perda yang tidak mengatur mekanisme pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum hingga ke Menteri Hukum dan HAM RI, salah satunya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Perda Kabupaten Kebumen Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
Namun, penelusuran Humas BPHN menemukan Perda yang terbilang komprehensif, salah satunya Perda Bengkulu Tengah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin. Dalam Perda tersebut, peran Panwasda dinyatakan secara tegas serta pengawasan penyelenggaraan bantuan hukum dilaporkan kepada dua menteri terkait, yakni Menteri Hukum dan HAM RI dan Menteri Dalam Negeri. (HUMAS BPHN