BPHN.GO.ID - DEPOK. Masyarakat mungkin cukup geram atas ulah Warga Negara Asing (WNA) yang bertindak seenaknya ketika tinggal di Indonesia. Mulai dari ugal-ugalan di jalan, memakai plat bodong, bekerja secara ilegal, hingga adanya kasus mengenai turis yang lakukan aksi tidak senonoh di puncak Gunung Agung, Bali. Tak jarang kelakuan para turis ini mengantarkan mereka ke balik jeruji dan akhirnya malah menjadi beban negara.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) baru-baru ini menyelenggarakan Rapat Konsinyering Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pemindahan Narapidana Antar-Negara (Transfer of Sentenced Person). Kepala BPHN Widodo Ekatjahana berpendapat bahwa sudah waktunya Indonesia memiliki payung hukum yang kuat mengenai proses pemindahan narapidana antarnegara ini. Sebab, proses rehabilitasi dan re-integrasi narapidana WNA akan terhambat karena banyaknya perbedaan selama ditahan di Indonesia.
“Pemidanaan di Indonesia tidak hanya berfungsi untuk memberikan efek jera bagi pelaku, melainkan juga untuk merehabilitasi mereka sehingga dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat (re-integrasi). Dalam kasus napi WNA, proses tersebut dapat terhambat sebab adanya perbedaan bahasa, kebudayaan, agama, adat istiadat maupun kebiasaan. Jika ia menjalani hukuman di negara asal, maka proses rehabilitasi tersebut dapat berjalan lebih optimal,” ujar Widodo dalam sambutan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional (Kapusren) Constantinus Kristomo di Hotel Santika Depok, Senin (20/03/2023).
Kristomo menambahkan, Pasal 45 dalam UU Pemasyarakatan memberikan kesempatan bagi narapidana WNA untuk memperoleh kesempatan menjalankan hukuman pidananya di negara asal. Hal ini juga termasuk juga bagi narapidana Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang menjalankan hukuman pidana di suatu negara asing, yang mekanisme pemindahannya dilaksanakan melalui suatu perjanjian.
“RUU Pemindahan Narapidana Antar-Negara akan menjadi dasar hukum bagi Republik Indonesia dalam pelaksanaan perjanjian untuk memindahkan narapidana antarnegara. Selain itu, kehadiran RUU ini penting untuk mewujudkan implementasi hak-hak narapidana yang sesuai dengan standar internasional yang didasarkan pada konvensi internasional,” pungkas Kristomo.
Sebagai informasi, penyusunan Naskah Akademik RUU mengenai Pemindahan Narapidana Antar-Negara ini merupakan kelanjutan dari proses penyusunan yang telah dilakukan pada tahun 2014. Proses penyusunan dilakukan untuk menyempurnakan substansi RUU dan menyesuaikannya dengan perkembangan hukum nasional. Khususnya pasca diterbitkannya UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta perkembangan hukum lainnya.
Kegiatan Konsinyering Penyusunan Naskah Akademik RUU ini turut dihadiri oleh perwakilan Pemerintah dan Mahkamah Agung. Mulai dari Kementerian Sekretariat Negara RI, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri RI, Kejaksaan Agung, Kamar Pidana Mahkamah Agung, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. (HUMAS BPHN)