Pemaparan Penelitian Hukum
Tentang Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik
Jakarta, WARTA-bphn
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan SHN, Yunan Hilmy buka hasil Penelitian hukum tentang Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa hasil penelitian ini merupakan satu-satunya kegiatan penelitian hukum di tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan SHN, Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Selanjutnya sampaikan juga ucapan terima kasih kepada tim yang telah mencurahkan segala pikirannya untuk menuntaskan penelitian hukum tentang Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik, demikian yang disampaikan Kapuslibang SHN, Yunan Hilmy di Aula Mudjono, Lt. IV kantor BPHN, Jum’at (28/11).
Dalam paparan hasil penelitian hukum tersebut ketua, Rooseno sebagai narasumber di bantu oleh moderator, Arfan Faiz Muhlizi (sekretaris tim) menyampaikan pada auden bahwa pembentukan tim ini dilatarbelakangi oleh keresahan di masyarakat terhadap keberadaan partai politik atau parpol yang dianggap gagal menjadi salah satu penyokong pilar demokrasi. Keberadaan parpol yang seharusnya menjadi sarana partisipasi politik masyarakat, telah berbelok menjadi sarana untuk mencari uang. Fenomena ini dipertegas dengan banyaknya kader-kader parpol yang terjerat kasus korupsi dan beberapa telah menjadi tahanan KPK.
Selain itu, tim memberikan kesimpulan bahwa dalam Undang-Undang no 2 tahun 2011 belum memberikan suatu definisi yang jelas apa yang dimaksud dengan akuntabilitas pendanaan parpol. Sedangkan terkait dengan pelaksanaan akuntabilitas pendanaan parpol dalam praktiknya, tim mengangkat dilema yang dialami oleh parpol. Parpol tidak punya sumber pendanaan mandiri untuk membiayai kegiatannya dan sangat tergantung pada APBN dan BUMN. Karena selama ini parpol sangat tertutup terhadap pengelolaan anggarannya, bahkan berdasarkan hasil penelitian tim ini beberapa parpol melakukan pencatatan anggaran ganda. Tim ini memberikan rekomendasi untuk kedepannya agar akuntabilitas pendanaan parpol dapat dirumuskan dalam bentuk kebijakan yang lebih baik. Regulasi yang secara tegas menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol dalam pengaturan aspek akuntabilitas akuntansi, akuntabilitas identitas penyumbang dan akuntabilitas jenis dan peruntukan pemanfaatannya.
Diakui hasil penelitian ini masih terdapat beberapa masukan untuk perbaikan laporan hasil penelitian, diantaranya untuk mengetahui akuntabilitas pendanaan parpol dapat dilihat dari ketentuan aturan pendanaan parpol dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan ketentuan aturan pendanaan pemilu dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Terdapat masukan untuk Ditjen AHU sebagai pihak yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap parpol, agar ke depannya melakukan terobosan untuk membubarkan parpol yang terindikasi melakukan korupsi, tidak hanya ketua atau pengurus parpolnya. Pihak Ditjen AHU, yang diwakili oleh Subdit Tata Negara memberikan konfirmasi, bahwa terkait pengawasan badan hukum memang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM c.q. Ditjen AHU, namun untuk pembubaran suatu parpol, itu merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, tetapi terdapat pandangan yang menyatakan bahwa pembubaran partai politik bukanlah merupakan pilihan karena partai politik tersebut bisa mendaftar kembali dengan “baju” yang berbeda walaupun isinya sama, jelas Rooseno.
Kegiatan pemaparan ini dihadiri oleh 55 orang terdiri peneliti BPHN, perwakilan dari Bawaslu pusat, Bawaslu DKI, peneliti ICW, Dirjen AHU, beberapa perwakilan perguruan tinggi dan tamu undangan lainnya. Para tamu undangan memberikan apresiasi kepada BPHN yang telah melakukan penelitian terhadap pentingnya akuntabilitas pendanaan partai politik. *Arf-ttg