Pelatihan Paralegal di Graha Bethel
Jakarta. Jumat 3 maret 2017 Kepala Bidang Bantuan Hukum menjadi pembicara dalam kegiatan Pelatihan Paralegal LBH Bethel yang diselenggarakan di Graha Bethel Cempaka Putih. Dalam kesempatan tersebut dirinya memaparkan terlebih dahulu mengenai Implementasi Bantuan Hukum di Indonesia. Bantuan Hukum (Bankum) merupakan Program Nasional berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011, yang bertujuan untuk mewujudkan kehendak konstitusi sesuai Pasal 28D UUD NRI Tahun 1945 bahwa negara memberikan jaminan perlindungan hukum bagi setiap warga negara, agar setiap warga negara memiliki kedudukan hukum yang sama di muka hukum.Tanpa kehadiran Negara, sangat mungkin orang miskin tidak akan atau kesulitan mendapatkan akses keadilan. Oleh karena itu melalui UU No. 16 Tahun 2011 negara memberikan bantuan hukum apabila ada orang/kelompok miskin yang menghadapi masalah hukum  melalui Organisasi Bantuan Hukum (OBH). Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia telah menegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945  “Negara Indonesia adalah negara hukum”.  UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) yang menyatakan bahwa “setap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastan hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”Berdasarkan ketentuan – ketentuan dalam UUD 1945 tersebut, maka pelaksanaan bantuan hukum merupakan kewajiban konstitusional yang mengikat bagi Negara Republik Indonesia. Kerangka pengaturan hak atas bantuan hukum dalam sistem peradilan pidana diatur secara khusus dalam Pasal 56 KUHAP. Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap orang miskin yang diancam dengan ancaman pidana penjara diatas 5 tahun wajib diberikan hak atas bantuan hukum. hak ini kemudian bisa dikecualikan dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan advokat. (Penjelasan KUHAP Pasal 56 (1) )Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan. Hingga saat ini, telah di data Pelaksana Bantuan Hukum terdiri dari Advokat sejumlah 2070 dan Paralegal sejumlah 2250.Sesuai dengan PP No 42 Tahun 2013, Pasal 13 ayat (2) berbunyi, “Pemberi bantuan hukum dapat merekrut paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum (Dalam hal jumlah advokat tidak memadai) dan dipertegas kembali di Pasal 13 ayat (4) yang berbunyi, “Mahasiswa Fakultas hukum dimaksud harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.”Dalam memberikan Bantuan Hukum, paralegal harus memenuhi persyaratan, yaitu terdaftar pada salah satu Pemberi Bantuan Hukum yang terakreditasi, Memiliki Bukti Tertulis Pendampingan dari Advokat dari Pemberi Bantuan Hukum yang sama, telah mengikuti pelatihan paralegal yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan paralegal yang diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat yang memberikan Bantuan Hukum, atau lembaga  pemerintah  yang  menjalankan fungsinya  di bidang hukum.Menutup pelatihannya, Kristomo menyampaikan bahwa untuk menjadi seorang Paralegal harus memiliki Standar Kompetensi yaitu, mampu memahami dan mengidentifikasi tentang kondisi dan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat, mampu melakukan penguatan masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia, dan hak-hak lain yang dilindungi oleh hukum, dan terampil dalam melakukan pembelaan dan dukungan terhadap masyarakat yang lemah untuk mendapatkan hak-haknya antara lain dengan melakukan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, investigasi kasus, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat, pendampingan diluar pengadilan, dan drafting dokumen hukum.***(RA)