MEMBANGUN SISTEM REGULASI YANG KOHEREN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM MENYONGSONG MEA

Jakarta, WARTA-BPHN

 

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum., menyampaikan keynote speech sekaligus membuka Seminar Membangun Sistem Regulasi yang koheren antar Negara ASEAN dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di BPHN,Rabu, (5/8).

Seminar ini membahas enam subtema dari beragam sudut pandang yakni sudut pandang pelaku bisnis, pembentuk kebijakan, akademisi maupun praktisi. Subtema-subtema ini diharapkan dapat membuat kita memperoleh gambaran persoalan secara komprehensif.

Seminar ini menghadirkan 6 (enam) Pembicara yaitu: Chris Septirymen (Wakil Ketua Asia Pasific Africa - APINDO) yang membawakan tema “Peluang dan Tantangan dalam Menghadapi MEA Perspektif Pelaku Bisnis”, Ir. Netty Muharni, MURP (Asdep Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian RI) yang membawakan tema “Perkembangan implementasi AEC blueprint dalam menghadapi MEA”, Prof. Dr. IBR Supancana, S.H., M.H., yang membawakan tema “Kesiapan Hukum Nasional Indonesia menghadapi MEA”, Prof. Sunaryati Hartono, S.H., yang membawakan tema “Metode Membangun Regulasi yang Koheren dalam Menyongsong MEA”,  Prof. Tomi Suryo Utomo, S.H., LL.M., Ph.D., yang membawakan tema “Koherensi Hukum di Bidang Bisnis dan Investasi dalam Menyongsong MEA”, Enny Sri Hartati (Institute for Development of Economics and Finance) yang membawakan tema “Kebijakan Nasional Menghadapi MEA (Komparasi dengan Integrasi Ekonomi Lain Seperti European Union)”.

Dari berbagai paparan para pembicara dipertegas bahwa bangsa Indonesia tidak dapat menghindar atau menutup diri dari arus globalisasi, yang  membuat dunia terasa semakin dekat karena dapat melintasi batas-batas negara dan dengan mudah dapat melakukan apapun yang sudah disepakati.

Dengan pasar ASEAN yang besar, sebenarnya merupakan peluang pasar besar bagi Indonesia untuk di penetrasi jika Indonesia cukup memiliki daya saing, baik di bidang produk barang, jasa, dan daya tarik investasi.  Sayangnya terbentang juga tantangan nyata yang dihadapi Indonesia dalam mengantisipasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 berupa lemahnya regulasi, lemahnya koordinasi, sikap pemerintah yang selama ini seolah-olah business as usual, kurangnya sosialisasi dan penyiapan terhadap masyarakat dan dunia usaha.  Dalam konteks inilah dituntut kesiapan bangsa Indonesia, agar kita tidak sekedar menjadi pasar, tetapi hadirnya era tersebut justru akan mendorong dinamika laju  pertumbuhan ekonomi dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu point penting yang dituntut kesiapannya adalah sejauhmana ketersediaan produk hukum yang koheren dengan produk-produk hukum negara-negara Asean.

Bertolak dari kenyataan bahwa globalisasi merupakan kondisi inherent dalam kehidupan bangsa Indonesia ke depan, maka tatanan hukum harus dilakukan sedemikian rupa sehingga terwujud sistem regulasi yang koheren antar negara asean dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), agar kita tidak karam di tengah jalan, atau menjadi bangsa yang tergagap-gagap. Dari 10 negara Asean berdasarkan laporan Good Regulatory Practices (2014), Indonesia masuk dalam urutan yang perlu diberi injeksi yang luar biasa, agar tidak digolongkan sebagai negara yang memproduksi hukum dengan kondisi yang masih tumpang tindih, kurang memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha. Munculnya kondisi ini karena pembentukan hukum di Indonesia syarat dengan berbagai kepentingan. Jika pembangunan hukum kita masih diliputi dengan berbagai kepentingan kelompok atau partai politik, sangat sulit bagi kita untuk mengapai mimpi sebagai sebuah Negara Hukum yang memakmurkan rakyat.

Pengaruh globalisasi selain menuntut penyesuaian sistem hukum nasional yang dapat fleksibel terhadap aturan-aturan negara lain, sekaligus juga menghadapkan Indonesia pada berbagai penuntasan permasalahan hukum yang mendesak untuk segera diselesaikan. Meski demikian, pengaruh globalisasi tersebut sudah seharusnya tidak mengubah cita-cita bangsa dan negara yang termuat dalam konstitusi, yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan kesejahteraan umum. Dengan demikian, pembangunan hukum nasional Indonesia haruslah berpijak pada nilai-nilai yang berasal dari budaya Indonesia sendiri. Tidak serta merta nilai-nilai dari luar dicaplok begitu rupa. Sekalipun arus globalisasi bergerak, tetapi perlu tetap menerapkan prinsip voluminous, systematic, comprehensive and meticulously detailed. Nilai-nilai hukum nasional tetap dipertahankan, namun tidak menjadikan inferioritas di mata dunia, melainkan menjadi negara maju tanpa tercerabut dari akar budayanya. Landasan terpenting yang dipergunakan untuk menjelaskan nilai-nilai dasar bagi pembentukan hukum Nasional tidak lain adalah Pancasila yang mengandung lima sila atau nilai dasar. Lima nilai dasar ini dianggap sebagai cerminan sejati dari budaya bangsa Indonesia yang plural. Artinya, lima nilai dasar itu menjadi sumber asas-asas hukum nasional, sekaligus basis ideal (spiritual) untuk menentukan suatu norma hukum.

Upaya untuk meningkatkan kualitas regulasi di Indonesia dalam rangka peningkatan daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 di antaranya adalah reformasi regulasi secara Sistemik dan Holistik, yang didasarkan atas kemauan politik yang kuat dan dipimpin langsung oleh kepala pemerintahan,  dengan berdasarkan atas konsep simplifikasi regulasi untuk mengatasi over regulated dan mencapai jumlah regulasi yang rasional dan efektif, serta melakukan pengembangan tools yang sederhana untuk melakukan self assessment. Selain itu perlu pula penataan Kelembagaan dalam pembentukan dan penerapan peraturan perundang-undangan dengan berdasarkan para standar dan praksis internasional terbaik melalui regulatory oversight body, advisory body dan promotional body (fan-tatungoneal).