Penyelenggaraan Kursus Hukum Humaniter Internasional (HHI) dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan Internasional Committee of the Red Cross (ICRC) Indonesia di Jakarta 13-14 Mei 2008 dan diikuti oleh 40 peserta.
Kursus ini merupakan salah satu upaya diseminasi HHI dan ditujukan bagi Pejabat Pemerintah yang terkait dengan penentu kebijakan perundang-undangan, untuk memberikan pemahaman HHI dalam upaya Harmonisasi Hukum Nasional terutama dalam mengiplementasikan Konvensi Jenewa Tahun 1949 mengenai Perlindungan Perang (International Conventions for the Protection of Victims of War) kedalam Sistem Hukum Nasional. Indonesia menyatakan ikut dalam Konvensi tersebut dengan cara aksesi berdasarkan Undang-undang No. 59 tahun 1958 yang mencakup Konvensi Jenewa mengenai : (1) Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Bersenjata di Medan Pertempuran Darat, (2) Perbaikan Keadaan Anggota Bersenjata di Laut yang Luka, Sakit dan Korban Karam, (3) Perlakuan Tawanan Perang dan (4) mengenai Perlindungan Sipil di Waktu Perang. Dan Indonesia masih ditunggu untuk meratifikasi Protokol Tambahan I dan II untuk Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang menyangkut: Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I) dan mengenai Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non-Internasional (Protokol II).
HHI adalah seperangkat aturan yang membatasi penggunaan senjata dan cara berperang. Aturan ini menjadi penting untuk diterapkan dan perlu terus di diseminasikan mengingat kecendrungan korban sipil dalam perang terus meningkat. Pada Perang Dunia I korban sipil yang jatuh adalah 5%, PD II 58%, Perang Korea 84% dan Invasi Amerika ke Irak 93,5% (sumber : Makalah Dr Masri Elmahsyar Bidin). HHI ini adalah salah satu instrumen terkuat yang dimiliki oleh masyarakat Internasional untuk memastikan keselamatan dan martabat manusia di masa perang. HHI berupaya memelihara kemanusiaan, dengan berpedoman pada prinsip bahwa perang pun ada batas-batasnya.
HHI melarang atau membatasi penggunaan senjata-senjata yang sangat kejam atau yang tidak dapat membedakan antara kombatan (tentara/serdadu/militer) dan orang sipil. HHI juga mengharuskan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk : (1) membedakan antara kombatan dan orang sipil dan tidak menyerang orang sipil; (2) merawat korban luka dan korban sakit dan melindungi personil medis; (3) memastikan bahwa martabat tawanan perang dan internir sipil terpelihara dengan memperbolehkan utusan/delegasi ICRC mengunjungi mereka.
HHI berlaku dalam situasi konflik bersenjata internasional yaitu konflik bersenjata yang melibatkan dua negara atau lebih dan konflik bersenjata yang terjadi dalam satu negara (misalnya konflik bersenjata antara pasukan pemerintah dan pasukan pemberontak separatis). HHI berlaku terhadap semua pihak yang terlibat konflik, siapapun yang memulai konflik tersebut.
Kegiatan diseminasi HHI ini akan ditindaklanjuti dengan dengan melakukan kajian-kajian terutama melakukan harmonisasi hukum dalam meng implemantasikan prinsip-prinsip HHI kedalam hukum nasional sebagai pelaksanaan amanat Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan tersebut akan dikoordinasikan oleh BPHN bekerjasama dengan Pusat Kajian Hukum Humaniter dibeberapa Fakultas Hukum dan ICRC.