BPHN.GO.ID - Tangerang. Undang-Undang Kesehatan yang telah disahkan pada 08 Agustus 2023 silam, disambut sebagai tonggak penting dalam pengaturan kesehatan di Indonesia. Meski demikian, UU Kesehatan tetap menyisakan sejumlah problematika yang memerlukan pemahaman dan solusi lebih lanjut.
Kepala Pusat Perencaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (Kapusren BPHN), Arfan Faiz Muhlizi, menyoroti sejumlah tantangan besar yang muncul setelah disahkannya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Salah satu tantangan utamanya adalah menindaklanjuti 99 materi muatan UU Kesehatan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP),” jelas Arfan dalam kegiatan Rakornas dan Seminar Ilmiah Nasional Hukum Kesehatan, Sabtu (28/10/2023).
Arfan menambahkan, dari 99 materi tersebut, dua materi harus diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), sementara lima materi akan diatur dalam Peraturan Menteri.
“Proses penyusunan PP ini harus diawali dengan perencanaan yang matang, yang merupakan bagian integral dari Program Perencanaan PP/Perpres,” kata Arfan dalam kegiatan yang berlangsung di Auditorium RS EMC Tangerang ini.
Arfan Faiz Muhlizi juga menyoroti peran BPHN dalam pembentukan budaya hukum. Menurutnya, BPHN memiliki tugas dan fungsi penting dalam upaya ini.
“Salah satu indikator penilaian tingkat kesadaran hukum suatu daerah adalah terkait dengan pemenuhan hak kesehatan. Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi UU Kesehatan merupakan langkah awal dalam membangun masyarakat sadar hukum dan pemenuhan hak kesehatan yang lebih baik,” pungkas Arfan.
Staf Ahli Hukum Kesehatan di Kementerian Kesehatan RI, Sundoyo, menekankan pentingnya hak kesehatan sebagai hak setiap warga negara Indonesia. Namun, ia menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi dalam aksesibilitas dan penyediaan layanan kesehatan primer.
“Masih banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, seperti kesehatan primer yang belum sepenuhnya bisa diakses masyarakat, belum tercukupinya jumlah dokter dan perawat, faskes belum tersedia dengan baik, serta farmasi yang masih tergantung dari luar negeri,” ungkapnya.
Selain Arfan dan Sundoyo, kegiatan ini turut dihadiri oleh Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Iing Ichsan Hanafi, Ketua Dewan Pakar DPP MHKI dan Ketua Umum HARSI Muhammad Lutfie Hakim, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan Theofransus Litaay, serta tamu undangan lainnya.
Dengan sinergi antara para ahli hukum, pemangku kepentingan kesehatan, dan pemerintah, diharapkan dapat ditemukan solusi yang optimal untuk memastikan pemenuhan hak kesehatan rakyat Indonesia dan peningkatan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan. Kegiatan ini juga dapat memberikan panduan berharga dalam merumuskan tindakan selanjutnya dalam rangka pelaksanaan UU Kesehatan yang lebih baik. (Humas BPHN)
Kepala Pusat Perencaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (Kapusren BPHN), Arfan Faiz Muhlizi, menyoroti sejumlah tantangan besar yang muncul setelah disahkannya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Salah satu tantangan utamanya adalah menindaklanjuti 99 materi muatan UU Kesehatan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP),” jelas Arfan dalam kegiatan Rakornas dan Seminar Ilmiah Nasional Hukum Kesehatan, Sabtu (28/10/2023).
Arfan menambahkan, dari 99 materi tersebut, dua materi harus diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), sementara lima materi akan diatur dalam Peraturan Menteri.
“Proses penyusunan PP ini harus diawali dengan perencanaan yang matang, yang merupakan bagian integral dari Program Perencanaan PP/Perpres,” kata Arfan dalam kegiatan yang berlangsung di Auditorium RS EMC Tangerang ini.
Arfan Faiz Muhlizi juga menyoroti peran BPHN dalam pembentukan budaya hukum. Menurutnya, BPHN memiliki tugas dan fungsi penting dalam upaya ini.
“Salah satu indikator penilaian tingkat kesadaran hukum suatu daerah adalah terkait dengan pemenuhan hak kesehatan. Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi UU Kesehatan merupakan langkah awal dalam membangun masyarakat sadar hukum dan pemenuhan hak kesehatan yang lebih baik,” pungkas Arfan.
Staf Ahli Hukum Kesehatan di Kementerian Kesehatan RI, Sundoyo, menekankan pentingnya hak kesehatan sebagai hak setiap warga negara Indonesia. Namun, ia menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi dalam aksesibilitas dan penyediaan layanan kesehatan primer.
“Masih banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, seperti kesehatan primer yang belum sepenuhnya bisa diakses masyarakat, belum tercukupinya jumlah dokter dan perawat, faskes belum tersedia dengan baik, serta farmasi yang masih tergantung dari luar negeri,” ungkapnya.
Selain Arfan dan Sundoyo, kegiatan ini turut dihadiri oleh Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Iing Ichsan Hanafi, Ketua Dewan Pakar DPP MHKI dan Ketua Umum HARSI Muhammad Lutfie Hakim, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan Theofransus Litaay, serta tamu undangan lainnya.
Dengan sinergi antara para ahli hukum, pemangku kepentingan kesehatan, dan pemerintah, diharapkan dapat ditemukan solusi yang optimal untuk memastikan pemenuhan hak kesehatan rakyat Indonesia dan peningkatan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan. Kegiatan ini juga dapat memberikan panduan berharga dalam merumuskan tindakan selanjutnya dalam rangka pelaksanaan UU Kesehatan yang lebih baik. (Humas BPHN)