BPHN.GO.ID – Denpasar. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk memastikan hukum berjalan sesuai dengan fungsinya dan sebagai penuntun arah dalam memastikan akses keadilan hukum kepada masyarakat. Namun, menurut Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana, selama ini tugas dan fungsi di BPHN seperti lebih difokuskan pada pembinaan peraturan perundang-undangan atau legislasi saja.
“Padahal, sesuai nomenklaturnya, BPHN berfungsi melakukan pembinaan hukum nasional. Penekanan pada kata ‘hukum nasional’, bukan hanya peraturan perundang-undangan saja,” tegas Widodo dalam kegiatan Fasilitasi Peraturan Perundang-undangan dalam rangka Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pembinaan Hukum Nasional (RUU PHN), Kamis (28/12/2023).
Widodo menambahkan bahwa BPHN harus membina semua jenis hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Hukum tidak tertulis termasuk Yurisprudensi, hukum internasional, hukum adat, serta hukum agama.
Selain itu, Kepala BPHN juga menyinggung soal pembinaan hukum di masyarakat. Menurutnya, pembinaan hukum dapat berjalan secara represif dan preventif. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa selama ini pemerintah terlalu fokus pada tindakan represif.
“Padahal tindakan preventif sangat berguna dalam mencegah pelanggaran hukum. BPHN dapat bersinergi dengan berbagai pihak untuk dapat memberikan sosialisasi dan edukasi hukum, serta memberikan pendampingan hukum ke masyarakat, baik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA),” tambahnya.
Cakupan hukum nasional lebih luas dari sekadar peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, Widodo menilai bahwa BPHN perlu memperkuat tugas dan fungsinya agar dapat berperan optimal dalam pembinaan hukum nasional. Hal tersebut akan dituangkan dalam RUU PHN yang saat ini tengah disusun BPHN.
“Pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunan RUU PHN mencakup aspek legal structure, legal substance, dan legal culture,” jelas Widodo. Legal substance terkait aspek materi hukum, legal structure menyangkut masalah organisasi atau kelembagaan, sedangkan legal culture mengenai budaya hukum di masyarakat.
Sementara itu, Sekretaris BPHN, I Gusti Putu Milawati mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memperluas partisipasi publik dalam penyusunan RUU PHN.
“Selain itu, acara ini juga diadakan untuk menguatkan substansi RUU PHN. Terlebih apabila mengingat peserta yang berpartisipasi terdiri dari berbagai elemen, mulai dari akademisi, pejabat fungsional, biro hukum, serta pegawai di lingkungan Kantor Wilayah Kemenkumham Bali,” pungkas Milawati.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Bali, Romi Yudianto, menyampaikan apresiasi kepada jajaran BPHN yang telah memilih Bali sebagai salah satu tempat kegiatan fasilitasi dan konsultasi publik terkait RUU PHN. Ia berharap masukan dari peserta yang hadir akan semakin memperkaya substansi RUU tersebut.
“Melalui kegiatan ini, kita berkesempatan untuk mendengarkan berbagai pandangan, pemikiran, dan pengalaman dari berbagai pemangku kepentingan. Tak hanya itu, kegiatan ini akan membuka ruang kerja sama dan kolaborasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang mencerminkan kepentingan bersama,” kata Romi.
Acara kali ini berlangsung hybrid, yaitu secara luring di Aula Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Bali dan secara daring melalui aplikasi zoom. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Arfan Faiz Muhlizi, Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional Nofli, Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum Sofyan, Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Kanwil Kemenkumham Bali, serta perwakilan pegawai BPHN dan Kanwil Kemenkumham Bali. (HUMAS BPHN)