Kegiatan Temu Sadar Hukum Bekerja Sama Dengan Yayasan Ar-Risallah

BPHNTV-Jakarta. Kata kekerasan dalam istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga, seringkali dipahami masyarakat umum hanya sebatas kekerasan fisik, padahal dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 sudah di jabarkan secara detail bentuk-bentuk KDRT, ungkap Dr. Nur Rofiah, Bil, Uzm dalam kegiatan Temu sadar Hukum yang diselenggarakan oleh Pusat Penyuluhan Hukum bekerjasama dengan Yayasan Ar-Risalah di wilayah Cijantung.

Nur Rofiah melanjutkan penjelasannya, dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT pasal 1, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Berdasarkan UU tersebut, maka KDRT itu terbagi menjadi empat bentuk kekerasa, yaitu kekerasan fisik,kekerasan seksual, kekerasan psikologis dan kekerasan ekonomi. “Selain itu juga di masyarakat juga berkembang, kekerasan verbal seperti penghinaan, kekerasan sosial yaitu larangan untuk menemui anggota keluarga dan kekerasan spiritual misalnya larangan untuk menjalankan ritual agama sesuai dengan keyakinannya atau madzhabnya,” ungkap Nur Rofiah.

Dirinya menambahkan, bahwa KDRT itu hanya berlaku dalam perkawinan atau rumah tangga hasil perkawinan yang di akui oleh negara. “Oleh karena itu, sebuah kekerasan hanya bisa diproses secara hukum negara jika perkawinannya pun sah menurut negar, yaitu sesuai dengan agama masing-masing dan dicatatkan dalam catatan negara yang ditandai dengan adanya buku nikah resmi dengan nomor registrasi yang tercatat,” jelas Nur Rofiah.

KDRT merupakan fenomena yang hampir bisa di jumpai disetiap rumah tangga dengan intensitas dan kadar yang berbeda-beda. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang menyediakan ketentraman (sakinah) bagi setiap orang. Namun perilaku KDRT menyebabkan ranah yang paling privat di sebuah masyarakat ini justru menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak tidak berjalan maksimal karena diliputi dengan rasa ketakutan dan khawatir berkepanjangan hingga luka fisik, hingga ancaman pembunuhan.

Untuk itu dirinya berpesan kepada audiens yang hadir dalam kegiatan Temu Sadar Hukum jika di lingkungan sekitarnya ada tindakan KDRT sebaiknya segera di laporkan kepada pihak yang berwajib sebelum tindakan KDRT tersebut sudah terlampau jauh. “Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam Tindakan Penghapusan KDRT, tutup Nur Rofiah.***(RA)