BPHN.GO.ID – Denpasar. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali memperluas jangkauan partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional (RUU PHN). Kali ini, BPHN menghelat kegiatan Diskusi Publik (Hearing) Naskah Akademik dan RUU PHN di kota Denpasar, Bali, pada Kamis (28/12/2023).
Arfan Faiz Muhlizi, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional, menegaskan bahwa RUU PHN tidak disusun semata-mata untuk kepentingan lembaga BPHN saja, melainkan sebagai respons terhadap kebutuhan nasional. Dalam paparannya, Arfan menyoroti skor Indeks Pembangunan Hukum (IPH) di Indonesia yang belum mencapai harapan.
“Skor Indeks Pembangunan Hukum (IPH) di Indonesia tahun 2021 sebesar 0,60 dengan predikat ‘Cukup’. Harapan kita bersama, dengan adanya RUU PHN nanti, skor IPH Indonesia akan naik menjadi predikat ‘Baik’ atau ‘Sangat Baik’,” jelas Arfan dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Kantor Kanwil Kemenkumham Provinsi Bali ini.
IPH merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) untuk mengukur capaian dan keberhasilan upaya pembaruan hukum di Indonesia. IPH berfokus pada pengukuran pilar budaya hukum, materi hukum, penegakan hukum, kelembagaan hukum, serta informasi dan komunikasi hukum.
Dalam IPH Tahun 2021, terdapat beberapa indikator yang memiliki rapor ‘merah’. Salah satunya, sebut Arfan, yaitu kepatuhan pemerintah terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Ini menjadi sorotan penting, karena RUU PHN bukan hanya mengatur kepatuhan masyarakat saja, namun juga kepatuhan lembaga pemerintah terhadap hukum,” ujar Arfan.
Pekerjaan rumah lainnya yang perlu diatasi yakni terkait kesesuaian Peraturan Pemerintah dengan Undang-Undang, partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, kesesuaian program legislasi nasional dengan kebutuhan hukum masyarakat, dan masalah lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan sistem pembinaan hukum yang solid untuk memastikan bahwa hukum yang ada sejalan dengan tujuan negara. Ini menjadi salah satu pertimbangan utama BPHN dalam penyusunan RUU PHN.
Arfan juga menjelaskan bahwa terdapat tujuh arah utama yang akan jadi panduan BPHN dalam menyusun RUU PHN. “Tujuh arah utamanya antara lain kepatuhan hukum, mendampingi masyarakat, melayani masyarakat, menjamin kepastian hukum, melindungi hak masyarakat, memberikan kemanfaatan, serta memberdayakan masyarakat,” imbuhnya.
Penataan hukum nasional melalui RUU PHN ini, lanjut Arfan, diharapkan akan mendorong kepatuhan hukum masyarakat, aparatur negara di level eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
“Selain itu, penyelesaian konflik dan sengketa hukum prosesnya akan lebih cepat melalui mekanisme alternatif yang berkeadilan, berkepastian, dan bermanfaat. RUU PHN juga akan meningkatkan kesadaran hukum serta mewujudkan layanan hukum yang responsif dan akomodatif dalam memenuhi kebutuhan hukum masyarakat,” tutupnya.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari rangkaian roadshow RUU PHN yang sebelumnya telah dilaksanakan di kota Jember, Jakarta, dan Malang. Acara ini sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah untuk menerapkan tata kelola yang baik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan dan prinsip keterbukaan informasi publik dengan melibatkan berbagai pihak terkait. (HUMAS BPHN)