BPHN.GO.ID – Jakarta. Bulan puasa segera tiba, Marhaban ya Ramadan. Ungkapan tersebut tak hanya sekadar ucapan selamat datang kepada bulan suci. Melainkan juga mengandung makna bahwa kita, sebagai umat Muslim, harus siap menyambut Ramadan dengan tulus ikhlas dan lapang dada. Kehadiran bulan yang penuh berkah ini hendaknya memacu semangat kita untuk meningkatkan ketakwaan.
“Bulan Ramadan membimbing jasmani dan rohani kita untuk meraih ketakwaan. Dimensi ketakwaan ada dua, yakni ketakwaan personal dan ketakwaan sosial,” ujar Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy ketika memberikan amanat dalam Apel Pagi Pegawai di Lingkungan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Senin (20/03/2023).
Ketakwaan personal di sini artinya melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amal ibadah meningkat di bulan Ramadan. Mulai dari shalat, zakat, membaca Al-Quran serta ibadah lainnya. Semua dilakukan dengan tulus ikhlas dan dengan kesadaran bahwa kehidupan tidak hanya di dunia semata, namun juga di akhirat.
“Di sisi lain, ketakwaan sosial adalah kebaikan yang dilakukan kepada sesama. Jika hubungan kita baik dengan Allah, namun tidak baik kepada sesama, maka belum dapat dikatakan takwa. Banyak amalan sosial yang bisa dilakukan di bulan Ramadan, contohnya santunan kepada anak yatim, zakat, infak dan sodaqoh,” tambah Yunan dalam kegiatan yang dilaksanakan di Lapangan BPHN ini.
Apa artinya ketakwaan tersebut untuk Aparatur Sipil Negara? Yunan menyampaikan bahwa Ramadan tidak mengajarkan kita untuk menahan lapar dan dahaga saja. Kita harus menjaga akhlak kita, tingkah laku kita, kejujuran, sikap baik kepada sesama serta sinergi dan saling mendukung. Hal itu harus menjadi fokus utama kita selama Ramadan. Tetap produktif dalam bekerja, tetap sehat dan tetap melakukan kebaikan terhadap sesama.
Yunan juga berpesan untuk memanfaatkan bulan suci ini sebagai fasilitas untuk mengundang rahmat dari Allah SWT. “Ketakwaan akan membuat orang menjadi lebih bersyukur kepada nikmat Allah dan berdoa supaya kita dilimpahkan rahmat-Nya. Pada akhirnya, kita akan masuk surga bukan karena amal ibadah kita, namun karena rahmat Allah SWT,” tutup Yunan. (HUMAS BPHN)
“Bulan Ramadan membimbing jasmani dan rohani kita untuk meraih ketakwaan. Dimensi ketakwaan ada dua, yakni ketakwaan personal dan ketakwaan sosial,” ujar Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy ketika memberikan amanat dalam Apel Pagi Pegawai di Lingkungan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Senin (20/03/2023).
Ketakwaan personal di sini artinya melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amal ibadah meningkat di bulan Ramadan. Mulai dari shalat, zakat, membaca Al-Quran serta ibadah lainnya. Semua dilakukan dengan tulus ikhlas dan dengan kesadaran bahwa kehidupan tidak hanya di dunia semata, namun juga di akhirat.
“Di sisi lain, ketakwaan sosial adalah kebaikan yang dilakukan kepada sesama. Jika hubungan kita baik dengan Allah, namun tidak baik kepada sesama, maka belum dapat dikatakan takwa. Banyak amalan sosial yang bisa dilakukan di bulan Ramadan, contohnya santunan kepada anak yatim, zakat, infak dan sodaqoh,” tambah Yunan dalam kegiatan yang dilaksanakan di Lapangan BPHN ini.
Apa artinya ketakwaan tersebut untuk Aparatur Sipil Negara? Yunan menyampaikan bahwa Ramadan tidak mengajarkan kita untuk menahan lapar dan dahaga saja. Kita harus menjaga akhlak kita, tingkah laku kita, kejujuran, sikap baik kepada sesama serta sinergi dan saling mendukung. Hal itu harus menjadi fokus utama kita selama Ramadan. Tetap produktif dalam bekerja, tetap sehat dan tetap melakukan kebaikan terhadap sesama.
Yunan juga berpesan untuk memanfaatkan bulan suci ini sebagai fasilitas untuk mengundang rahmat dari Allah SWT. “Ketakwaan akan membuat orang menjadi lebih bersyukur kepada nikmat Allah dan berdoa supaya kita dilimpahkan rahmat-Nya. Pada akhirnya, kita akan masuk surga bukan karena amal ibadah kita, namun karena rahmat Allah SWT,” tutup Yunan. (HUMAS BPHN)