BPHN.GO.ID – Jakarta. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Kemenkumham RI) memiliki tata nilai yang harus dipedomani, yaitu PASTI (Profesional, Akuntabel, Sinergi, Terpercaya dan Inovatif). Sebagai seorang ASN, pegawai Kemenkumham juga memiliki panduan perilaku dalam core value BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif). Terdapat satu aspek yang sama-sama disebutkan dalam dua tata nilai tersebut, yaitu akuntabel.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Yunan Hilmy menyatakan, banyak orang yang sering menyamakan antara akuntabel dengan responsibilitas. Namun keduanya merupakan hal yang berbeda. “Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab. Sedangkan akuntabilitas merupakan kewajiban pertanggungjawaban. Ini dua hal yang harus disatukan, dan pada akhirnya nanti berhubungan dengan tata nilai PASTI dan BerAKHLAK,” ungkap Yunan dalam Apel Pagi Pegawai di Lingkungan BPHN, Senin (20/02/2023) di Jakarta.
Dalam melaksanakan pekerjaan, lanjut Yunan, kita harus akuntabel. Artinya, kita harus bisa memberikan pertanggungjawaban apa yang menjadi kewajiban kita. Baik secara individu maupun secara organisasi. Individu di sini maksudnya sebagai pegawai ASN atau PNS. Secara organisasi misalnya ketika menjadi bagian dalam kelompok kerja (Pokja) atau kelembagaan dan instansi secara luas. Kewajiban pertanggungjawaban meliputi aspek administrasi, keuangan dan seterusnya. Jadi, tidak cukup kita melaksanakan kewajiban, tapi kita juga melakukan pertanggungjawabannya.
“Terdapat hambatan dalam akuntabilitas, salah satunya adalah kebiasaan. Jika ada pegawai yang terbiasa terlambat masuk kerja, pegawai ini tidak bertanggung jawab dan bisa jadi tidak akuntabel. Atau akuntabel tapi bisa jadi ‘bodong’. Bodong di sini artinya secara administrasi ada, tapi secara fisik tidak ada,” tambahnya. Jika ada pegawai bersikap seperti ini, menurut Yunan, tidak boleh dilepaskan begitu saja. Mengapa demikian? Sebab, akuntabilitas punya mekanisme. Bagaimana mempertanggungjawabkan serta bagaimana kita bekerja sesuai perjanjian kita.
Kapus AE menambahkan, segala laporan pertanggungjawaban harus diberikan kualitas, baik dari kualitas administrasi maupun kualitas substansi. Pada akhirnya, hal tersebut akan tergantung pada pribadi juga. “Di dalam tata nilai profesional, di situ ada kejujuran, kepandaian, dan kecerdikan. Semakin tinggi kecerdasan dan kejujuran kita, Insya Allah akuntabilitas kita adalah akuntabilitas murni. Akuntabilitas pribadi akan mempengaruhi akuntabilitas organisasi. Bisa jadi karena hal remeh berakibat pada akuntabilitas organisasi. Dan ini sangat merugikan kredibilitas dari Kemenkumham,” ujarnya.
Oleh karena itu Yunan berpesan kepada seluruh pegawai BPHN untuk implementasikan tata nilai dengan baik. Dengan harapan kita akan menjadi manusia atau organisasi yang akuntabel secara substantif. (HUMAS BPHN)
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Yunan Hilmy menyatakan, banyak orang yang sering menyamakan antara akuntabel dengan responsibilitas. Namun keduanya merupakan hal yang berbeda. “Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab. Sedangkan akuntabilitas merupakan kewajiban pertanggungjawaban. Ini dua hal yang harus disatukan, dan pada akhirnya nanti berhubungan dengan tata nilai PASTI dan BerAKHLAK,” ungkap Yunan dalam Apel Pagi Pegawai di Lingkungan BPHN, Senin (20/02/2023) di Jakarta.
Dalam melaksanakan pekerjaan, lanjut Yunan, kita harus akuntabel. Artinya, kita harus bisa memberikan pertanggungjawaban apa yang menjadi kewajiban kita. Baik secara individu maupun secara organisasi. Individu di sini maksudnya sebagai pegawai ASN atau PNS. Secara organisasi misalnya ketika menjadi bagian dalam kelompok kerja (Pokja) atau kelembagaan dan instansi secara luas. Kewajiban pertanggungjawaban meliputi aspek administrasi, keuangan dan seterusnya. Jadi, tidak cukup kita melaksanakan kewajiban, tapi kita juga melakukan pertanggungjawabannya.
“Terdapat hambatan dalam akuntabilitas, salah satunya adalah kebiasaan. Jika ada pegawai yang terbiasa terlambat masuk kerja, pegawai ini tidak bertanggung jawab dan bisa jadi tidak akuntabel. Atau akuntabel tapi bisa jadi ‘bodong’. Bodong di sini artinya secara administrasi ada, tapi secara fisik tidak ada,” tambahnya. Jika ada pegawai bersikap seperti ini, menurut Yunan, tidak boleh dilepaskan begitu saja. Mengapa demikian? Sebab, akuntabilitas punya mekanisme. Bagaimana mempertanggungjawabkan serta bagaimana kita bekerja sesuai perjanjian kita.
Kapus AE menambahkan, segala laporan pertanggungjawaban harus diberikan kualitas, baik dari kualitas administrasi maupun kualitas substansi. Pada akhirnya, hal tersebut akan tergantung pada pribadi juga. “Di dalam tata nilai profesional, di situ ada kejujuran, kepandaian, dan kecerdikan. Semakin tinggi kecerdasan dan kejujuran kita, Insya Allah akuntabilitas kita adalah akuntabilitas murni. Akuntabilitas pribadi akan mempengaruhi akuntabilitas organisasi. Bisa jadi karena hal remeh berakibat pada akuntabilitas organisasi. Dan ini sangat merugikan kredibilitas dari Kemenkumham,” ujarnya.
Oleh karena itu Yunan berpesan kepada seluruh pegawai BPHN untuk implementasikan tata nilai dengan baik. Dengan harapan kita akan menjadi manusia atau organisasi yang akuntabel secara substantif. (HUMAS BPHN)