Jelang Satu Abad, Kualitas Pendidikan Tinggi Hukum Masih Jadi Perhatian

BPHN.GO.ID – Jakarta. Kualitas pendidikan tinggi hukum masih menjadi perhatian lantaran dinilai belum berhasil menghasilkan lulusan di bidang hukum yang mumpuni dalam menjalankan profesinya masing-masing. Padahal, usia pendidikan tinggi hukum tahun depan genap berusia satu abad (100 tahun), tepatnya pada 28 Oktober 2024 mendatang. Hal inilah yang mengemuka dalam diskusi yang digelar Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI.

 

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Yunan Hilmy mengatakan, pendidikan tinggi hukum berperan penting untuk membentuk mereka yang akan menjadi pengampu pada profesi hukum. Makanya, diperlukan penguatan terhadap pendidikan tinggi hukum agar dapat menjadi ujung tombak pembentukan budaya hukum khususnya bagi para calon pengampu profesi hukum masa depan.

 

“Ini mencakup isu yang sangat luas yakni mengenai isu pengaturan, kelembagaan, kurikulum pengajaran, termasuk penguatan etika” kata Yunan, dalam Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Dokumen Pembangunan Hukum Nasional (DPHN) Tahun 2023: “Pembangunan Budaya Hukum di Indonesia: Peran Peraturan Perundang-Undangan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Pendidikan Tinggi Hukum”, Senin (20/6) di Aula Mudjono Gd. BPHN, Cililitan – Jakarta Timur.

 

Guru Besar Antropologi Hukum dari Fakultas Hukum Indonesia Prof Sulitstyowati Irianto, dalam kapasitasnya sebagai narasumber FGD mengatakan, jelang satu abad hari lahir Pendidikan Tinggi Hukum, malah Indonesia semakin jauh dari arah yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan Belanda, semestinya Indonesia tidak jauh berbeda kualitasnya di mana keduanya punya akar yang serupa. Menurut Prof Sulis, persoalan ini terjadi sejak amandemen Konstitusi ketiga, di mana kekuasaan kehakiman tidak dimiliki oleh hakim karena diletakkan kepada lembaga-lembaganya.

 

“Akhirnya hubungan hakim yang harusnya kolegalitas tidak terjadi karena hubungannya saat ini hierarkis. Padahal menjadikan diri sebagai corong undang-undang tidak akan memberikan keadilan karena hukum selalu mengikuti perkembangan masyarakat” kata Prof Sulis.

 

Di samping lewat pendidikan tinggi hukum, instrumen lainnya salah satunya teknologi informasi berperan penting dalam pembangunan budaya hukum. Guru Besar Filsafat Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Bina Nusantara, Prof Sidharta mengatakan, pembangunan budaya hukum dengan bantuan instrumen teknologi akan sangat efisien dan efektif. Namun strategi ini bukanlah tanpa rintangan karena bakal menaikkan tingkat resistensi masyarakat dalam berhukum, setidaknya dalam jangka pendek di tengah tingkat literasi digital masyarakat yang masih rendah.

 

“Dunia tidak lagi memberi toleransi apakah kita siap atau tidak siap menghadapinya” kata Prof Sidharta.

 

Di samping tingkat literasi digital yang rendah, disampaikan Yunan, melimpahnya informasi yang terkadang bersifat disinformasi, terkadang membentuk cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap hukum untuk melakukan pelanggaran atau ketidakpatuhan hukum. Teknologi dapat menjadi kekuatan sekaligus hambatan bagi pembangunan hukum nasional. Maka dari itu, perlu diarahkan dengan regulasi yang berkualitas.

 

Menurut Dosen dari IAIN Ponorogo, Lukman Santoso, peran hukum masih bersifat mengatur dan memaksa, sehingga fungsi hukum masih didominasi pemegang kekuasaan. Pembentukan hukum belum secara proporsional berpijak pada aspirasi masyarakat padahal idealnya produk hukum harus menjadi sarana dan prasarana. Dalam konteks budaya hukum, peraturan itu harus dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat.

 

“Produk hukum harus hadir sesuai kebutuhan masyarakat dan pembentuk peraturan harus memastikan segala instrumen pendukung agar peraturan itu dapat dilaksanakan. Strategi untuk meningkatkan efektivitas peraturan perundang-undangan di daerah dalam pembentukan budaya hukum setidaknya dapat dihadirkan dengan berpijak pada minimal 2 (dua) pondasi, yakni produk hukum daerah yang dibentuk harus berbasis ciri khas daerah dan mengakomodasi nilai-nilai lokal,” papar Lukman.

 

Sebagai informasi, FGD Penyusunan DPHN Tahun 2023 dimpimpin oleh Ketua Pokja DPHN Tongam Renikson Silaban, S.H., M.H. dan dihadiri perwakilan dari sejumlah instansi, diantaranya Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri. Dari kalangan kampus, seperti Fakultas Hukum UPN Veteran, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Sekolah Tinggi Hukum Jentera, serta pewakilan NGO dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).