BPHN.GO.ID – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) terus berupaya menghimpun masukan dari berbagai pihak terkait pembahasan fungsi baru pasca transformasi di organisasi Kementerian Hukum. Fungsi tersebut adalah pemantauan, peninjauan, dan pembangunan hukum nasional. BPHN sebelumnya juga telah menjalankan fungsi analisis dan evaluasi hukum.
Untuk meningkatkan peran dan sinergisitas, BPHN mengadakan konsinyering pada Kamis (05/12/2024) di Avenzel Hotel and Convention, Bekasi. Konsinyering ini bertujuan membangun kualitas regulasi dengan mendorong penguatan dalam ex post regulasi dengan pelaksanaan pemantauan dan peninjauan (manjau) undang-undang dan melakukan analisa dan evaluasi (anev) hukum sebagai bahan utama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Untuk memperkaya substansi dalam kosinyering, BPHN mengundang sejumlah pakar di bidang legislasi dan hukum sebagai narasumber, antara lain Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Wicipto Setiadi dan Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul.
Turut hadir pula mantan Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Tahun 2016-2018 Pocut Eliza dan Perencana Ahli Pertama Yasmin Dwi Lestari sebagai perwakilan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sesi diskusi dimoderatori oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Analis Hukum Ahli Utama BPHN.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPHN Min Usihen menegaskan bahwa baik pemantauan dan peninjauan undang-undang serta analisis dan evaluasi hukum merupakan bagian dalam sistem pembangunan hukum nasional. Oleh karena itu, perlu dibangun keterkaitan dan efektivitas dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Prof. Wicipto Setiadi, menegaskan bahwa pemantauan dan peninjauan tidak dapat dipisahkan dari analisis dan evaluasi hukum. Meski dalam struktur organisasi terbaru Kementerian Hukum kedua fungsi ini berada di bawah pusat yang berbeda, ia menekankan pentingnya sinergi antara keduanya.
“Berdasarkan prinsip dasar evaluasi peraturan perundang-undangan, sebenarnya tidak mungkin melakukan manjau suatu undang-undang tanpa melakukan anev terhadap berbagai peraturan pelaksanaannya. Kedua pusat ini harus saling bekerja sama, dan kita harus pintar-pintar membagi pekerjaan itu,” kata Wicipto.
Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI, Inosentius Samsul, menekankan bahwa tidak ada undang-undang yang sempurna dan evaluasi berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan relevansi dan efektivitas regulasi tersebut dalam jangka panjang.
Inosentius menambahkan, meskipun terdapat banyak pilihan metode untuk melakukan evaluasi regulasi, tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui apakah peraturan perundang-undangan dilaksanakan sesuai dengan maksud pembentukannya, mencapai tujuan yang dikehendaki, dan memberikan dampak positif bagi pihak-pihak yang terdampak.
Hal senada diungkapkan mantan Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dan HAM, Pocut Eliza. Ia menilai bahwa manjau dan anev memiliki tujuan serupa, yaitu memastikan pembentukan regulasi yang lebih baik demi pembangunan hukum nasional.
“Manjau dan anev diharapkan dapat menghasilkan peraturan perundang-undangan yang lebih berkualitas. Tidak hanya sebagai dasar penyusunan Prolegnas, tetapi juga dalam menghasilkan naskah akademik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” terang Pocut.
Ia juga menyarankan agar Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang pemantauan, peninjauan, dan evaluasi undang-undang segera disesuaikan untuk mendukung efektivitas fungsi ini. Dukungan internal BPHN juga dinilai penting untuk memastikan kebermanfaatan regulasi yang dihasilkan.
Perencana Ahli Pertama Bappenas, Yasmin Dwi Lestari, memberikan catatan terkait pedoman evaluasi regulasi yang sedang disusun BPHN. Ia menekankan perlunya penyesuaian metode evaluasi regulasi karena adanya keunikan setiap sektor.
“Metode evaluasi regulasi perlu dirancang untuk berbagai kondisi sehingga tidak bisa menggunakan pendekatan one-size-fits-all. Selain itu, regulasi yang belum melalui proses perencanaan/harmonisasi dapat menggunakan indikator yang lebih bernuansa ex-ante, sedangkan regulasi yang sudah melalui ex-ante evaluation perlu fokus pada efektivitas/dampak regulasi,” ujar Yasmin menjelaskan.
Melalui konsinyering ini, BPHN diharapkan dapat memperkuat perannya dalam membangun hukum nasional yang adaptif, responsif, dan mendukung kebutuhan masyarakat.