BPHN.GO.ID - Bogor . Angka kredit menjadi salah satu ukuran keberhasilan bagi Jabatan Fungsional (JF), tak terkecuali JF Penyuluh Hukum. Namun, yang seringkali luput dari perhatian adalah JF Penyuluh Hukum kurang teliti dalam memahami butir-butir kegiatan sebagaimana diatur Petunjuk Teknis atau Juknis sehingga mengakibatkan usulan angka kreditnya ditolak oleh Tim Penilai. Kesalahan seperti ini, tentunya akan menghambat karir JF Penyuluh Hukum yang bersangkutan.
“Bagi PNS pada Jabatan Fungsional, Daftar Usulan Angka Kredit (DUPAK) sangat penting artinya tanpa adanya angka kredit tersebut, maka seorang PNS tidak dapat melakukan kenaikan kepangkatan sehingga ini tentunya akan menghambat karir pegawai yang bersangkutan,” kata Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Audy Murfi MZ, dalam sambutannya pada acara Rapat Pleno Penilaian Angka Kredit JF Penyuluh Hukum, Senin (30/5) di Hotel Harris Sentul Bogor – Jawa Barat.
Angka kredit, lanjut Sekretaris BPHN merupakan satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh JF Penyuluh Hukum. Butir-butir kegiatan tersebut, terdiri dari dua hal, yakni tugas utama (pokok) dan tugas penunjang. Adapun, tugas utama terdiri dari uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan sedangkan tugas penunjang adalah kegiatan di luar tugas pokok yang secara umum bersifat tugas kemasyarakatan.
Sekretaris BPHN menenkankan, setiap JF Penyuluh Hukum harus memahami butir-butir kegiatan yang akan dihitung angka kreditnya. Karena jangan sampai ada JF Penyuluh Hukum yang salah kaprah dalam memahami butir kegiatan dan bukti fisik sebagaimana tertuang di dalam Juknis. Kesalahan ini bisa sangat fatal, yakni usulan angka kredit yang diajukan bisa ditolak oleh Tim Penilai. Maka dari itu, diharapkan para JF Penyuluh Hukum lebih jeli membaca dan memahami serta melihat contoh yang sudah diberikann dalam Juknis agar setiap bukti fisik dapat diterima oleh Tim Penilai.
“Dalam pengajuan angka kredit, JF Penyuluh Hukum harus mengikutinya sesuai prosedur sesuai dengan jabatannya. Karena semakin tinggi jabatan JF Penyuluh Hukum, penilaianya akan berbeda seperti Pusat atau Unit Kerja/Kanwil/Instansi/Provinsi/Kabupaten/Kota,” papar Sekretaris BPHN.
Jamin Objektivitas BPHN selaku Tim Penilai Pusat memastikan proses penilaian angka kredit dilaksanakan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasif, dan transparan. Oleh karena itu, BPHN membentuk Tim Penilai Angka Kredit yang tugasnya membantu Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan penelitian dan penilaian DUPAK. Dikatakan Sekretaris BPHN, BPHN selalu meningkatkan pelayanan dalam pemberian penilaian angka kredit dengan harapan berdampak juga kepada kualitas kerja profesional para JF Penyuluh Hukum.
“Diharapkan ada proses diskusi apabila terdapat kesulitan dalam melakukan penilaian dan dari proses diskusi tersebut akan ditemukan atau disepakati suatu perlakukan yang sama untuk menyelesaikan permasalahan yang sama.” Kata Sekretaris BPHN.
“Bagi PNS pada Jabatan Fungsional, Daftar Usulan Angka Kredit (DUPAK) sangat penting artinya tanpa adanya angka kredit tersebut, maka seorang PNS tidak dapat melakukan kenaikan kepangkatan sehingga ini tentunya akan menghambat karir pegawai yang bersangkutan,” kata Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Audy Murfi MZ, dalam sambutannya pada acara Rapat Pleno Penilaian Angka Kredit JF Penyuluh Hukum, Senin (30/5) di Hotel Harris Sentul Bogor – Jawa Barat.
Angka kredit, lanjut Sekretaris BPHN merupakan satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh JF Penyuluh Hukum. Butir-butir kegiatan tersebut, terdiri dari dua hal, yakni tugas utama (pokok) dan tugas penunjang. Adapun, tugas utama terdiri dari uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan sedangkan tugas penunjang adalah kegiatan di luar tugas pokok yang secara umum bersifat tugas kemasyarakatan.
Sekretaris BPHN menenkankan, setiap JF Penyuluh Hukum harus memahami butir-butir kegiatan yang akan dihitung angka kreditnya. Karena jangan sampai ada JF Penyuluh Hukum yang salah kaprah dalam memahami butir kegiatan dan bukti fisik sebagaimana tertuang di dalam Juknis. Kesalahan ini bisa sangat fatal, yakni usulan angka kredit yang diajukan bisa ditolak oleh Tim Penilai. Maka dari itu, diharapkan para JF Penyuluh Hukum lebih jeli membaca dan memahami serta melihat contoh yang sudah diberikann dalam Juknis agar setiap bukti fisik dapat diterima oleh Tim Penilai.
“Dalam pengajuan angka kredit, JF Penyuluh Hukum harus mengikutinya sesuai prosedur sesuai dengan jabatannya. Karena semakin tinggi jabatan JF Penyuluh Hukum, penilaianya akan berbeda seperti Pusat atau Unit Kerja/Kanwil/Instansi/Provinsi/Kabupaten/Kota,” papar Sekretaris BPHN.
Jamin Objektivitas BPHN selaku Tim Penilai Pusat memastikan proses penilaian angka kredit dilaksanakan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasif, dan transparan. Oleh karena itu, BPHN membentuk Tim Penilai Angka Kredit yang tugasnya membantu Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan penelitian dan penilaian DUPAK. Dikatakan Sekretaris BPHN, BPHN selalu meningkatkan pelayanan dalam pemberian penilaian angka kredit dengan harapan berdampak juga kepada kualitas kerja profesional para JF Penyuluh Hukum.
“Diharapkan ada proses diskusi apabila terdapat kesulitan dalam melakukan penilaian dan dari proses diskusi tersebut akan ditemukan atau disepakati suatu perlakukan yang sama untuk menyelesaikan permasalahan yang sama.” Kata Sekretaris BPHN.