FORUM HARMONISASI HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL : HARMONISASI HUKUM E-COMMERCE DI ASEAN

Jakarta, BPHN – Bertempat di BPHN, Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional mengadakan Forum Harmonisasi Hukum Nasional dan Hukum Internasional dengan topik Harmonisasi Hukum E- Commerce di ASEAN, Selasa (18/2). Dalam sambutan pembukaan kegiatan ini, Dr. Wicipto Setiadi selaku Kepala BPHN menyatakan bahwa topik harmonisasi hukum e-commerce penting untuk dibahas dan ditindaklanjuti, seiring dengan persiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2015.

Acara yang dihadiri perwakilan dari instansi di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, praktisi, kepolisian, pengadilan, akademisi dan masyarakat tersebut menampilkan pembicara Dr. Sinta Dewi dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Irawan dari Direktorat Bina Usaha dan Perdagangan  kementerian Perdagangan dengan moderator Kepala Pusat perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Agus Subandriyo.

 

Dalam paparannya, Dr. Sinta Dewi menyatakan bahwa Indonesia, sebagaimana negara-negara lain di ASEAN, harus melakukan harmonisasi hukum e-commerce. “Harmonisasi tidak berarti membuat sama aturan hukum diantara negara-negara ASEAN, akan tetapi tujuan harmonisasi adalah agar peraturan di tiap-tiap negara tersebut selaras dari sisi prinsip-prinsip yang disepakati” sambung Dr. Sinta Dewi. Menurutnya ada 6 (enam) hal yang harus dilakukan harmonisasi terkait e-commerce di ASEAN yaitu mengenai transaksi elektronik, privasi, kejahatan cyber, perlindungan konsumen, pengaturan konten dan nama domain. Sementara itu, Irawan selaku narasumber dari Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa UU tentang Perdagangan yang telah disetujui oleh DPR, memberikan delegasi pengaturan lebih lanjut mengenai transaksi perdagangan melalui sistem elektronik dengan peraturan pemerintah. “Tujuan disusunnya Peraturan  Pemerintah tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah untuk memberikan perlindungan bagi konsumen yang bertransasksi secara elektronik dan memberikan kepastian bagi berlangsungnya perdagangan elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan” sambung Irawan. [rja]