FOCUS GROUP DISCUSSION PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

Kamis, 21 Oktober 2010

 

Dr. Wicipto Setiadi, S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional membuka acara Focus Group Discussion Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional dengan tema “Politik Perumusan Ancaman Pidana dalam Undang-undang di Luar KUHP”, 21 Oktober 2010 di Jakarta. Hadir dalam acara tersebut peserta dari fakultas hukum, pengadilan, dan instansi pemerintah termasuk pegawai Badan Pembinaan Hukum Nasional.

 

Acara yang diselenggarakan oleh BPHN tersebut membahas tentang Kriteria Penentuan Berat ringannya perumusan ancaman pidana, disampaikan oleh Prof. Mardjonoreksodiputro, S.H. Dikatakan bahwa,  ada keinginan untuk menyeimbangkan kembali antara berat ringannya keseriusan delik (diukur pada ancaman kerugiannya pada rasa aman masyarakat) dengan ancaman pidana yang telah atau akan dicantumkan. Teoritisi dan praktisi hukum ini mengatakan pula, perlu diperhatikan  asas penggunaan delik tersebut secara praktis dan efektif (kemungkinan penegakkannya serta dampaknya pada prevensi umum – juga beda antara kriminalisasi “in abstracto” dan “in concreto”.

 

Dr. Chairul Huda, S.H.,M.H. membahas tentang Pola Pemberatan Ancaman Pidana dalam Hukum Pidana Khusus. Dikatakan, bahwa pola pemberatan ancaman pidana dalah KUHP dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama, dalam kategori umum (diatur dalam Aturan Umum Buku I KUHP). KUHP menggunakan pola seragam,yaitu pemberatan karena adanya perbarengan, baik karena concursus idealis, concursus realis maupun voortgezette handeling. Ancaman pidana yang ditentukan menjadi sepertiga lebih berat dari ancaman pidana yang terdapat dalam rumusan delik tersebut. Kedua, dalam kategori khusus, pemberatan pidana yang diatur dalam aturan tentang Tipid dalam Buku II dan Buku III KUHP.

 

Pembicara ketiga Prof.Dr. Komariah E. Sapardjaja, S.H. membahas tentang Pidana Minimum Khusus dan implikasinya dalam praktek penegakan hukum. ”Hukum Pidana Indonesia menganut sistem pidana minimum khusus, terutama bagi tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus diluar KUHP. Pengaturan pidana minimum khusus dimaksudkan untuk menghindari disparitas pidana, khususnya untuk kasus-kasus tertentu yang perlu diancam dengan pidana yang berat”, kata Prof. Komariah E. Sapardjaja, S.H. Dr. Mudzakir, S.H.,M.H. berbicara mengenai perumusan ancaman pidana dalam undang-undang di bidang hukum administrasi dan hukum keperdataan. Dosen UII ini mengatakan, bahwa pola pengancaman pidana terhadap perbuatan pidana yang dimuat dalam UU di luar KUHP baik yang memuat ketentuan hukum pidana khusus, hukum pidana umum, maupun hukum pidana di bidang hukum administrasi dan keperdataan menunjukkan perumusan ancaman pidana yang tidak terstruktur dan tidak sistematik. Dikatakan selanjutnya, jika mengikuti doktrin hukum pidana bahwa ancaman sanksi pidana dalam pasal-pasal hukum pidana sebagai parameter keadilan dalam penjatuhan pidana, maka parameter tersebut sulit untuk diterapkan sehingga melahirkan putusan pengadilan yang adil.(abd).