BPHN.GO.ID - Medan. Analisis dan Evaluasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik diharapkan akan memberikan penguatan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelayanan Publik. Meski sesaat lagi memasuki masa transisi pemerintahan, langkah tersebut diyakini menjadi strategi yang jitu dalam mempersiapkan konsep rancangan terbaik bila sewaktu-waktu parlemen mendorong kembali dilakukan pembahasan RUU tersebut di masa mendatang.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Nur Ichwan menyampaikan, BPHN berkomitmen mendukung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), selaku leading sector di pemerintah, dalam mempercepat penyelesaian laporan analisis dan evaluasi UU Nomor 25 Tahun 2009 sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir bulan depan. Praktiknya, Nur Ichwan juga telah menugaskan tim dari BPHN untuk memberikan asistensi kepada tim yang dibentuk di internal KemenpanRB.
“Periode penyelesaian laporan analisis dan evaluasi ini dapat dikatakan ‘fast track’ dikarenakan masa pemerintahan Presiden akan berakhir kurang dari satu bulan. Kami sangat berkomitmen mendukung kebutuhan percepatan yang diminta KemenpanRB,” kata Nur Ichwan, saat memberi arahan secara virtual pada kegiatan FGD Terbatas UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Rabu (2/10) bertempat di Hotel Radisson Medan – Sumatera Utara.
Salah satu langkah percepatan penyelesaian laporan dimaksud, Nur Ichwan menyampaikan kepada tim agar tidak memulai penyusunan draf tersebut dari nol. Sebab, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN pada tahun 2018 dan 2019 sudah pernah melakukan analisis dan evaluasi UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni sebagai salah satu PUU yang dianalisis dalam kerangka Pokja AE Tata Kelola Pemerintahan dan Proses Memulai Usaha. Maka dari itu, FGD Terbatas yang digelar tanggal 2 – 3 Oktober 2024, diharapkan akan progresif menindaklanjuti temuan sebelumnya, seperti memetakan isu aktual yang belum terakomodasi serta memotret praktik pelaksanaan pelayanan publik di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang bisa didapatkan dari peserta aktif yang dilibatkan.
“Yang perlu menjadi catatan, UU Nomor 25 Tahun 2009 secara politik hukum pernah tercatat masuk Prolegnas Jangka Menengah 2019 – 2024 dengan nomor urut 234. Di tahun 2024, masuk Prioritas Tahunan yang diusung bersama oleh DPD dan DPR RI,” kata Nur Ichwan.
Analis Hukum Ahli Madya BPHN, Reza Fikri Febriansyah, dalam forum FGD menyampaikan, dari segi usia, UU Nomor 25 Tahun 2009 tergolong usang sehingga dapat dipastikan materi muatannya sudah tertinggal dalam menangkap dinamika pelayanan publik yang berkembang sangat pesat. Secara formil, kata Reza, dilihat pada bagian konsiderans, sejumlah undang-undang yang menjadi dasar telah mengalami penggantian, seperti UU Pemda dan UU ASN. Di samping itu, secara substansi, Reza melihat telah banyak yang mesti diperbaharui terutama berkaitan dengan pelayanan publik berbasis digital.
“Tim berharap masukan, gagasan, sekaligus keluh-kesah dari peserta yang berlatar belakang ASN di Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kab/Kota yang berhadapan langsung dengan pelayanan publik akan memperkaya tim dari BPHN dan KemenpanRB,” kata Reza.
Dalam FGD Terbatas, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, Eka N.A.M. Sihombing, dalam kapasitasnya selaku narasumber, menyampaikan sejumlah catatan kritis. Secara fundamental, perbaikan UU Nomor 25 Tahun 2009 ke depan mestinya memperkuat tiga aspek penting, yakni digitalisasi, partisipasi, dan aksesibilitas. Tim analisis dan evaluasi dapat menyisir pasal demi pasal untuk memastikan bahwa paling tidak ketiga aspek tersebut akan mengisi kekosongan dan memperkaya substansi evaluasi yang dilakukan dalam periode yang sangat singkat.
“Titik tekan UU Pelayanan Publik mesti ditetapkan diawal mau mengejar kearah yang mana. Saran saya, mestinya titik tekannya pada poin digitalisasi, partisipasi, dan aksesibilitas, sebagai prioritas yang dikejar,” kata Eka.