BPHN.GO.ID – Jakarta. Menjelang berakhirnya periode Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Jangka Menengah 2020-2024, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan Lokakarya Prolegnas pada hari Kamis dan Jumat, 3 hingga 4 Oktober 2024. Lokakarya ini bertujuan untuk meninjau regulasi yang akan dimasukkan dalam Prolegnas RUU Jangka Menengah 2025-2029. Acara tersebut dibagi menjadi empat Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja 1 yang menelaah usulan dari Kemenkumham, Pokja 2 yang mengkaji usulan di bidang keuangan, Pokja 3 yang fokus pada bidang Sosbud dan Polhukam, serta Pokja 4 yang membahas usulan di bidang SDALH serta Ekuin.
Plt. Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum, Sofyan sekaligus Penanggung Jawab Pokja 3, menjelaskan bahwa kegiatan penelaahan ini sangat penting untuk menentukan prioritas dan urgensi dari setiap usulan regulasi yang diajukan. Dengan melakukan evaluasi yang komprehensif, diharapkan usulan yang dipilih tidak hanya mendesak dari segi kebijakan, tetapi juga memiliki dampak positif yang signifikan bagi masyarakat.
"Penelaahan ini berfungsi sebagai filter untuk memastikan bahwa setiap RUU, RPP, maupun RPerpres yang diusulkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan nasional, menghindari potensi tumpang tindih peraturan, dan sejalan dengan program pembangunan jangka menengah yang telah ditetapkan pemerintah," ujar Sofyan.
Sementara itu, Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Audy Murfi selaku Pengarah Pokja 3, menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses pengusulan RUU. Menurutnya, keterlibatan masyarakat tidak hanya sekadar sebagai formalitas, tetapi harus dianggap sebagai komponen vital dalam setiap tahap penyusunan regulasi. "Partisipasi masyarakat sangat diperlukan agar rancangan peraturan yang dihasilkan benar-benar mengakomodasi kebutuhan masyarakat luas," jelasnya.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya BPHN, R. Septyarto sekaligus Ketua Pokja 3, menyatakan bahwa BPHN saat ini tengah berupaya merampingkan jumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kompleksitas regulasi yang ada, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan hukum yang lebih sederhana bagi masyarakat.
“Penelaahan usulan dari kementerian dan lembaga perlu dilakukan secara mendalam agar tidak terjadi over regulasi yang justru akan membebani masyarakat. Dengan melakukan penelaahan yang cermat, BPHN dapat memastikan bahwa setiap usulan yang diajukan bukan hanya relevan, tetapi juga dapat diimplementasikan sesuai dengan program prioritas nasional,” jelas Septyarto.
Kemudian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang, Aulia selaku Narasumber, menjelaskan bahwa penyusunan RUU harus mampu mengesampingkan ego sektoral antar-kementerian. “RUU yang baik adalah yang dapat mengakomodir seluruh aspek yang berkaitan dengan kementerian dan lembaga, sehingga dapat diterapkan secara komprehensif,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pada Kelompok Kerja 3 dilakukan penelahaan terhadap 13 Usulan Rancangan Undang-Undang, 16 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 33 Rancangan Peraturan Presiden. Lokakarya ini diharapkan menjadi langkah awal dalam membentuk regulasi yang efektif dan efisien, sejalan dengan kebutuhan hukum dan perkembangan masyarakat Indonesia.
Kegiatan Lokakarya Prolegnas turut dihadiri oleh Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Arfan Faiz Muhlizi, Sekretaris BPHN I Gusti Putu Milawati, Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional Jonny P. Simamora, serta Plt. Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum Sofyan, Penyuluh Hukum Ahli Utama Audy Murfi dan Djoko Pudjirahardjo, Analis Hukum Ahli Utama Bambang Iriana Djadjaatmadja, serta perwakilan pegawai BPHN.